(Ario Helmy)
"Kakek kamu itu sahabatnya, Asrul Sani. Ini istrinya, " terang Ninik Elly Jamaluddin kepadaku, memperkenalkan seorang ibu yang berdiri di sebelahnya dalam sebuah pesta perkawinan keluarga. Aku lantas juga mencium tangan "Ninik" Asrul Sani yang duduk di sebelah Ninik Elly. Sesungguhnya aku sudah mendengar tentang persahabatan Kakek Zainul Arifin dengan Jamaluddin Malik dan Asrul Sani. Hanya saja aku lebih dekat dengan keluarga Jamaluddin Malik. Asrul Sani hanya kukenal dari kejauhan, manakala ada acara-acara keluarga di rumah Aki Jamal di Jl. Cianjur, Menteng.
Riwayat keakraban mereka bertiga kudengar dari paman atau bibiku.
"Ayah sering memasang layar tancap di rumah Cikini, " Om Firman Arifin pernah bercerita padaku.
"Dulu, bioskop masih jarang dan harga tiketnya masih mahal, "sambungnya, " Layar tancap di pasang Ayah supaya para pengawal, ajudan, pembantu, sopir, bisa menonton film layar lebar. Televisi kan juga belum ada waktu itu."
Kiai Zainul Arifin sendiri juga sangat terkesan ketika ikut serta dalam rombongan kenegaraan pimpinan Presiden Sukarno melawat ke Amerika Serikat tahun 1956. Dalam muhibah tersebut rombongan sempat mengunjungi pusat perfileman dunia Hollywood di Los Angeles. Selain menyambangi studio film terkenal dan terbesar kala itu di dunia, MGM, seluruh rombongan juga disambut serta dijamu bintang-bintang Hollywood papan atas zaman itu seperti Gregory Peck, Elizabeth Taylor, dan Marilyn Monroe.
"Ayah sudah aktif terjun dikegiatan panggung sandiwara sejak masih sangat belia Dan masih tinggal di Sumatera, " cerita Zuhara Arifin, salah satu putrinya, "Jadi begitu era perfileman tiba, Ayah mengikutinya dengan antusias. "
"Asrul Sani menjadi yang paling menonjol dari tiga serangkai seniman santri sekaligus aktivis di PBNU itu," ungkap Elly Jamaluddin Malik, "karena dia sempat belajar sinematografi di AS."
Karena ketiganya sama-sama berangkat dari dunia teater, mereka kemudian seringkali berdiskusi tentang seni panggung dan film di studio Perfini yang didirikan Usmar Ismail pada 1950. Asrul Sani, Jamaluddin Malik dan Zainul Arifin akhirnya ikut pula membidani Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Islam) NU. Meskipun Zainul Arifin tidak sampai merambah dunia film sebagaimana kedua sahabatnya itu, namun minatnya terhadap dunia film terus terpelihara. Diapun menjadi politisi NU pecandu film.
Kemudian hari, Zainul Arifin ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 1963, sedangkan Jamaluddin Malik mendapatkannya pada 1973.Tahun 2021 ini giliran Asrul Sani dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
No comments:
Post a Comment