Ario Helmy
"Hallo. Assalamualaikum!"
"Walaikumsalam. Ya hallo... siapa nih?"
"Ario. Ini siapa?"
Tahun 90an masih telepon rumah. Belum zaman telepon seluler.
"Ini Julia."
Julia nama sepupu. Anak Tante Jujuk dan Om Iskandar nomor 3.
"Tumben Jul. Ada kabar apa?"
"Mau kasih tau Tante Zuhara, Kak Mala baru aja meninggal di pelukan Juli. Belum ada sejam."
"Innalillahi wa innailaihi roji'un. Ikut berduka cita ya Jul. Tante Zuhara lagi sakit. Tapi nanti Insya Allah Ario kasih tau pelan2 ya."
LAHIR CACAT
Cut Zumala cucu KH Zainul Arifin dari putrinya Siti Zuleha dan suaminya Teuku Iskandar Trumon asal Takengon, NAD pada 1956. Saya memanggil orangtuanya Om Kandar dan Tante Jujuk. Tidak sampai setahun kemudian, 1957, putri pertama mereka lahir, Cut Zumala. Kak Mala, panggilannya, anak sulung dari 7 bersaudara. Sayangnya, Kak Mala terlahir dengan kelainan tulang bawaan yang dalam istilah medisnya disebut Chordoma. Yang saya ingat seluruh keluarga besar kami sangat prihatin dengan keadaan cacat Kak Mala itu.
RUMAH SAKIT TERAPUNG
Tahun 1956, setahun sebelum Mala lahir, KH Zainul Arifin ikut dalam rombongan kepresidenan Sukarno menjelajahi Amerika Serikat sampai 3 minggu lebih. Rombongan meninjau pelbagai fasilitas yang tersedia di negeri adi daya tersebut, termasuk fasilitas kesehatan.
Dua tahun setelah kunjungan perdana ke AS itu, di negeri Paman Sam lahirlah suatu organisasi kesehatan yang disokong dananya oleh lembaga2 nirlaba, perusahaan2 swasta dan pemerintah AS bernama HOPE (Health Opportunities for People Everywhere). HOPE direncanakan untuk melakukan kunjungan ke beberapa negara dengan tujuan memberikan layanan dan pendidikan kesehatan bagi negara2 belum berkembang. Adapun sarana yang mereka gunakan adalah sebuah kapal laut milik AL Amerika yang disulap menjadi rumah sakit terapung.
Dua tahun lagi berselang, tepatnya 16 Maret 1960 kapal HOPE berlayar perdana meninggalkan AS. Tujuan pertamanya adalah Indonesia.
LELANG PECI
Sementara itu di tanah air, Ibu Negara Pertama, Fatmawati pada 30 Oktober 1953, manakala Zainul Arifin menjabat Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo 1, tergerak hati untuk menggalang dana agar dapat mendirikan sebuah Rumah Sakit khusus anak2 penderita TBC. Bertempat di Istana Negara dilaksanakanlah pelelangan peci dan baju Presiden Sukarno hingga terkumpul Rp.250 ribu sebagai modal awal gerakan Yayasan Ibu Sukarno. Memakan waktu 3 bulan saja untuk kemudian dapat terkumpul dana Rp.28 juta.
Yayasan kemudian menetapkan kawasan Cilandak sebagai tempat bakal didirikannya rumah sakit Ibu Sukarno (kemudian diganti nama menjadi RS Fatmawati). Pada 24 Oktober 1954 dilakukan peletakan batu pertama rumah sakit. Pada 1958 rumah sakit sudah mulai beroperasi.
Enam tahun setelah RS Fatmawati beroperasi sebagai sanatorium anak, kapal SS HOPE tiba di Indonesia. Presiden Sukarno berkenan berkunjung hingga ke bangsal2 untuk anak2 sakit yang di rawat di atas kapal selama beberapa bulan.
TUMOR LANGKA
Zumala Iskandar termasuk anak Indonesia yang berkesempatan mendapat perawatan dari tenaga medis utamanya ahli tulang (ortopedi). Dokter mendiagnosis Mala sebagai penderita Chordoma, tumor langka yang tumbuh di dasar tulang tengkorak dan tulang punggung. Pertumbuhannya lambat dan seringkali tanpa gejala. Dalam pemahaman awamnya tulang2 leher dan punggung terus bertumbuh sedemikian rupa hingga akhirnya bakal mengunci semua sendi dan rongga tubuh serta melukai organ2 vital dalam tubuh. Dokter AS juga menyatakan kemungkinan hidup Zumala hanya sekira usia 10 tahun karena belum ditemukan obat untuk penyakitnya.
Dalam perkembangannya, HOPE kemudian memberikan bantuan peralatan dan obat2an ortopedi anak. RS Fatmawatipun lantas dikembangkan sebagai pusat penanganan masalah2 medis ortopedi, selain paru2 berkat yayasan HOPE.
BERHENTI SEKOLAH
Pada kenyataannya, Kak Mala hidup sampai usia hampir 40 tahun. Memang masalah kanker tulangnya tidak terobati karena hingga kinipun Chordoma tidak dapat diobati. Tumor berkembang di daerah-daerah rawan seperti syaraf otak dan tulang punggung.
Setamat SD, dia dilarang sekolah lagi oleh orang tuanya karena tulang2 di sekitar telinganya bertumbuh sedemikian rupa hingga membuatnya tuli. Tante Jujuk tidak mau dia menyeberang jalan tanpa bisa mendengar bunyi kendaraan yang lalu lalang.
Memasuki usia pubertas, Zumala juga tidak mengalami menstruasi. Semakin dewasa tulang lehernya terkunci membuatnya tidak bisa lagi menoleh. Jalannya berjingkat karena tulang kakinya bertumbuh terus.
Terakhir saya bertemu Kak Mala sebelum kami berangkat ke Amerika tahun 1998. Saya sempat menginap beberapa hari di rumah Tante Jujuk di Tebet. Berbincang-bincang soal kesultanan Aceh dengan Om Kandar dan bercanda dengan Kak Mala. Orangnya periang dan ramah.
Sampai telepon dari Julia malam itu saya terima. Kak Mala telah berpulang ke Rahmatullah. Innalillahi wa innailaihi roji'un. Al Fatihah untuk Cut Zumala binti Iskandar Trumon.
No comments:
Post a Comment