Oleh: Ario Helmy
KH Zainul Arifin merantau ke Batavia begitu tamat dari Sekolah Menengah calon guru, Normaal School pada 1926. Dia kemudian diterima bekerja di yang hingga sekarang masih berkantor di Jalan Penjernihan II Pejompongan, Jakarta Pusat. Perusahaan ini berdiri berkat perjuangan putra daerah Muhammad Husni Thamrin, pahlawan asli Betawi. Sebelumnya penduduk Batavia mengambil kebutuhan air bersih dari sumur bor/artesis yang mulai disediakan pemerintah daerah (gemeente) pada 1843.
MENIMBA CILIWUNG
Jauh sebelum Belanda datang orang orang di Batavia menggunakan sungai Ciliwung untuk memenuhi kebutuhan akan air. Mereka menimba air dari sungai kemudian mengendapkannya satu atau dua hari atau langsung saja mencuci dan mandi di situ. Ketika Belanda datang, mereka juga menggunakan kali ciliwung untuk mendapatkan air.
Pada abad 18 Batavia menjadi kota yang semakin padat penduduknya. Kebutuhan akan air bersih tambah meningkat, sedangkan infrastruktur tidak mendukung. Kondisi kali Ciliwung mulai tercemar dan Batavia kewalahan tidak dapat mengatasi masalah rutin kebanjiran.
Pemerintah kolonial membangun kanal kanal disekitar benteng kota pada masa itu. Pada 21 Oktober 1918 berkat desakan-desakan Muhammad Husni Thamrin yang duduk sebagai anggota Gemeenteraad Batavia (DPRD), sidang Gementee (kotamadya) pemerintah akhirnya setuju untuk mendirikan
Gementeestaatwaterleidengen van Batavia (Perusahaan Air Minum) Batavia. Pembangunan proyek ini kemudian berlangsung selama empat tahun. Namun penduduk masih kurang menyukai rasa air yang dihasilkan. Kemudian air kali Ciliwung yang sebelumnya di sebut Canal Swiss mulai dibangun dan
dipersiapkan untuk memasok air ke seluruh penjuru Batavia. Semua itu di penuhi Gemeente.
AIR KIRIMAN BOGOR
Sekira tahun 1918-1920 sebuah sumber mata air ditemukan di Ciburial daerah Ciomas, Bogor yang mampu menyediakan 484 liter perdetiknya. Sumber mata air ini berada dalam wilayah tanah milik pribadi seorang Belanda bernama de Steur. Sebelum menjadi sumber air, Ciburial dikenal sebagai kolam pemandian baik untuk warga lokal atau juga untuk orang Belanda ketika mereka berlibur ke daerah Buitenzorg.
Gementeestaatwaterleidengen van Batavia kemudian membangun sarana jaringan pipa sepanjang 53,231 km antara Bogor dan Batavia. Dari 9 sumur air di Ciburial air dialirkan ke Gudang Peralihan dimana air diberikan campuran kimia tertentu agar bersih layak konsumsi. Sesudahnya, air dikumpulkan kembali di Gudang Air Induk siap di dialirkan ke Batavia.
Penyaluran air menuju Batavia melewati empat pos mirip gardu sebagai sarana pemeriksaan dan pemantauan aliran air dalam perjalanannya ke Batavia.
Pos pertama Gardu Taman Air Mancur di Jl. Ahmad Yani, Bogor. Masih tertera angka 1922 pada atap gardu hingga kini.
Pos kedua dan ketiga fungsinya sebagai gardu-gardu peralihan utamanya ketika debit air bermasalah karena kebocoran pipa, misalnya. Pos 2 terletak di Cibinong dan Pos 3 ada di Pasar Rebo. Di gardu Pasar Rebo terdapat juga gudang penyimpanan air sebelum dilepas mengalir ke Batavia. Dari sini air mengarah ke gardu terakhir yang berlokasi di depan Kantor Pos Besar, dekat Lapangan Banteng sekarang.
PEGAWAI PEMDA
KH Zainul Arifin menimba banyak pengalaman bekerja di Perusahaan Air Minum
Gementeestaatwaterleidengen van Batavia yang pengelolaannya langsung di bawah pemerintah kotapraja (pemda) Batavia. Selain memperlancar kemampuan berbahasa Belanda, di situ Zainul Arifin menjaga hubungan baik dengan pemerintah lokal. Hal ini dikemudian hari memudahkannya mengurus perizinan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
Tidak gampang untuk bisa diterima menjadi pegawai Gemeente seperti Zainul Arifin," ungkap Hamid Baidlowi yang pernah menjadi sekretaris KH Wahid Hasyim dalam suatu wawancara. "Dengan pengalaman sebagai pegawai Pemda kolonial, Zainul Arifin banyak membantu kegiatan NU, terutama menyangkut masalah perizinan muktamar di wilayah Batavia dan Banten."
No comments:
Post a Comment