Oleh: Ario Helmy
KH Zainul Arifin ikut serta dalam rombongan Presiden Sukarno melakukan kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat sebanyak dua kali: pada tahun 1956 dan tahun 1960. Kedua lawatan berlangsung selama masa pemerintahan Presiden AS ke 34, Dwight D. "Ike" Eisenhower ditengah-tengah berlangsungnya Perang Dingin antara kubu Amerika Serikat (AS) dan Kubu Uni Soviet (US). Kunjungan pertama bermaksud untuk menjelaskan sikap Indonesia yang lebih memilih untuk tidak memilih di antara ke dua kubu berseberangan itu, non-blok. Sedangkan kunjungan tahun 1960 beragenda utama Pidato Sukarno di depan Sidang Umum PBB bertujuan menggalang dukungan untuk Pembebasan Irian Barat (kini Papua). Meski kedua kunjungan tidak terlalu berhasil secara politis, namun secara psikologis penampilan Sukarno di Negeri Paman Sam tersebut berhasil mencuri perhatian publik Amerika lewat liputan media massa yang gegap gempita.
LIMA BULAN "ROAD SHOW"
Sepanjang tahun 1956, rombongan Presiden Sukarno menghabiskan sekira 5 bulan langlang buana untuk kepentingan menyampaikan hasil-hasil Konferensi Asia Afrika yang berlangsung sukses di Bandung, setahun berselang. Selain itu, rombongan bermaksud untuk melihat dari dekat keadaan sebenarnya dari bangsa-bangsa yang berkelompok terpisah masing-masing dalam kubu AS dan kubu Uni Soviet. Perjalanan muhibah pertama berlangsung dari pertengahan Mei hingga akhir Juni 1956 meliputi kunjungan ke: Amerika Serikat, Kanada, Italia, Tahta Suci Vatican, Jerman, dan Swiss.
Rombongan tiba di AS 16 Mei 1956 dan menghabiskan 19 hari kunjungan. Pembicaraan bilateral antara Sukarno dan Eisenhower tidak berlangsung mulus karena pemerintahan Eisenhower yang sangat membenci komunisme (baca: Uni Soviet) keburu curiga negara-negara di kawasan Asia Tenggara cenderung condong ke Uni Soviet. Menteri Luar Negeri, John Dulles dengan tajam menyatakan sikap netral adalah suatu sikap yang "tidak bermoral". Dikecam begitu rupa, Sukarno masih saja menunjukkan sikap bersahabat namun tetap tegas.
Pembawaan Presiden Indonesia yang anggun ini kemudian merebut perhatian media massa dan rakyat AS pun terpesona atas kharisma Sukarno. Majalah TIME memuat gambar Sukarno di halaman sampul, sementara majalah LIFE memuat gambar-gambar intim saat rombongan Presiden melakukan shalat di Mesjid di Washington DC. Bukan itu saja, kehangatan Sukarno sebagai Bapak ditampilkan lewat penampilan foto-fotonya bercengkerama dengan putra sulungnya, Guntur Sukarnoputra yang waktu itu baru berusia 12 tahun di Disneyland, Annaheim, California. Ajang wahana permainan keluarga yang baru dibuka setahunsebelumnya.
Ditambah lagi dengan acara jamuan makan di Hollywood yang menghasilkan foto Presiden dengan Gadis Sampul majalah Playboy pertama dan artis film paling terkenal di dunia pada masa itu: Marilyn Monroe, tampak begitu glamor. Presiden Sukarno juga berpidato di depan Kongres AS dan menerima gelar kehormatan Doktor (Honoris Causa) dari Universitas Columbia di New York.
Zainul Arifin ikut serta dalam rombongan dalam kapasitas sebagai tokoh Partai NU dan bagian dari Kabinet Ali-Arifin penyelenggara Konferensi Asia Afrika serta sebagai Wakil Ketua DPR hasil Pemilu Perdana Indonesia yang dipuji-puji pemerintah AS karena berlangsung tertib dan aman. Berbeda dengan kunjungan ketika mengikuti rombongan Presiden Sukarno ke Uni Soviet yang memuat sebuah wawancara tentang kehidupan orang-orang Islam di Negeri Beruang Merah, selama di AS tidak ditemukan catatan mengenai komentar Arifin ke media massa. Namun beberapa foto masih dapat dilacak, berupa foto-foto ketika bersama Sukarno melakukan sholat di Mesjid dan Islamic Center yang diresmikan sendiri oleh Presiden Eisenhower pada 1954. Foto lain menunjukkan Zainul bergambar bersama mahasiswa Universitas Columbia saat menyaksikan Sukarno dianugerahi gelar DR (Honoris Causa) bidang hukum.
Sebelum meninggalkan benua Amerika, rombongan Presiden Sukarno menyempatkan diri mengunjungi Kanada. Dari sana, perjalanan dilanjutkan menuju Eropa Barat meliputi: Italia, Tahta Suci Vatican, Jerman dan akhirnya Swiss. Di negeri Coklat dan Jam Swiss, Zainul Arifin berkesempatan bertemu dan berfoto bersama putra sulungnya, BS Arifin yang kala itu sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di bidang Ekonomi. Di kemudian hari, BS Arifin bekerja di Departemen Luar Negeri dengan jabatan terakhir sebagai Sekjen HELN (Hubungan Ekonomi Luar Negeri). BS Arifin dimasa hidupnya pernah tiga kali diutus pemerintah RI menjadi Duta Besar masing-masing di Kerajaan Iran (semasa Shah Iran berkuasa), Kerajaan Inggris dan akhirnya di Swiss.
Rombongan kembali ke tanah air akhir Juni 1956, Sekira dua bulan kemudian, dalam kurun 26 Agustus hingga 16 Oktober 1956, KH Zainul Arifin termasuk dalam rombongan kenegaraan Presiden Sukarno menjelajahi: Uni Soviet, Austria, Cekoslowakia dan Mongolia. Lagi-lagi Presiden Sukarno sukses menyita simpati masyarakat negeri-negeri Komunis. Tapi ceritanya sudah berbeda pula.