Oleh: Ario Helmy
"Saya sempat bertemu putra Mufti Masjid Biru di Saint Petersburg yang bapaknya pernah menerima Presiden Sukarno dan Angku KH Zainul Arifin tahun 1956. Kami dari KBRI Moskow, menemui Mufti Zhafar Ponchaev dalam rangka Peringatan 70 tahun Persahabatan Indonesia - Rusia tahun 2020 ini," Tutur Fauzi Butami, cucu kemenakan KH Zainul Arifin yang bulan ini baru saja berakhir penugasannya sebagai staff Konsul Keamanan KBRI Moskow. Kunjungan kenegaraan pertama Presiden RI ke Russia tahun 1956 memang menorehkan sejarah tersendiri bagi hubungan kedua negara.
SUDAH 70 TAHUN
"Sebenarnya NU masih keberatan waktu pemerintah Kabinet Ali - Arifin mau membuka hubungan diplomatik tingkat kedutaan dengan negara komunis Rusia. KH Zainul Arifin mendapat banyak pertanyaan dalam Muktamar ke 20 tahun 1954 itu," ungkap Asmach Syahruni ketua Muslimat NU terlama saat memberikan kesan dan kenangan tentang Zainul Arifin pada tahun 2009.
Meskipun hubungan diplomatik dengan Rusia sudah dimulai sejak 1950 dengan pengakuan Negeri Beruang Merah itu atas Proklamasi Kemerdekaan RI, namun fomalisasi diplomatik dengan membuka kedutaan masing-masing di Jakarta dan Moskow baru dirintis sejak Kabinet Ali 1 mulai memerintah pada 1953. Baru tahun 1954 kedua negara secara bertahap membuka kedutaan besar masing-masing di Moskow dan Jakarta.
Setahun setelah pelaksanaan Konferensi Asia Afrika Bandung 1955, dirancanglah perjalanan kenegaraan Presiden Sukarno ke negara-negara blok Barat dan blok Timur. Di Rusia, rombongan berkunjung dari 28 Agustus hingga 12 September 1956. Sebagaimana sambutan terhadap Presiden Sukarno di AS, di Uni Sovietpun rombongan kenegaraan diterima dengan hangat oleh pemerintah setempat.
BERTANDANG KE MASJID GUDANG
Kunjungan panjang kenegaraan rombongan Presiden Sukarno dimulai dari Moskow, dimana rombongan disambut oleh PM Nikita Kruschev. Selanjutnya, rombongan dijamu berkunjung ke kota pelabuhan bersejarah di pinggir Laut Baltik, St. Petersburg atau kala itu sering juga disebut Leningrad. St. Petersburg atau Leningrad merupakan kota dibangun oleh Peter the Great, atau raja Peter I pada abad 17. Kota ini juga disebut Leningrad karena Lenin memang dilahirkan di sini. Lanskap kotanya tidak beda dengan kota-kota besar di Eropa Barat, seperti Amsterdam, Berlin ataupun London. Letaknya di pinggiran Sungai Neva dan ratusan kanal di dalamnya menjadikan kota ini sebagai Venesia Rusia. St. Petersburg pernah menjadi ibukota Kekaisaran Rusia selama 200 tahun.
Di dekat bantaran Sungai Neva terdapat sebuah masjid yang kubahnya berwana biru. Tatkala pelancong ikut cruise kapal menyusuri Sungai Neva, menaranya yang menjulang terlihat dengan jelas.
Ketika melintas di Masjid Biru itulah Sukarno ingin mampir ketika diberitahu bahwa bangunan yang diduganya sebagai masjid ternyata memang sebuah rumah ibadah kaum Muslim yang sudah tua. Pihak protokoler tidak dapat memenuhi permintaan Sukarno dengan alasan jadwal yang sangat padat. Presiden tidak berputus asa. Ketika kembali ke Moskow, Sukarno meminta sendiri kepada Kruschev untuk diizinkan memasuki dan melihat dari lebih dekat bangunan mesjid yang rupanya sudah diubah menjadi sebuah gudang sejak Perang Dunia II itu. Nikita Krushchev kemudian memerintahkan agar bangunan dibersihkan dan Imam Mesjid ditugasi untuk menerima rombongan Presiden Indonesia.
Sempat melaksanakan sholat di Masjid Biru, Sukarno dan Zainul Arifin dalam pertemuan dengan Imam Masjid Ponchaev, mendapat penjelasan mengenai sejarah mesjid yang nama resminya adalah Jam'ul Muslimin.
Masjid tersebut mulai dibangun tahun 1910. Ketika dibangun, umat Islam di Rusia berjumlah hanya 8.000 orang. Pembangunan masjid dilakukan setelah dibentuk komite khusus tahun 1906 diketuai Ahun Ataulla Bayazitov. Penyumbang terbesar tercatat Said Abdoul Ahad Amir Buharskiy yang membiayai semua pekerjaan pembangunan masjid.
Pembangunannya memakan waktu sampai sebelas tahun. Saat diresmikan penggunaannya pada 1921, mesjid yang diarsiteki oleh dua orang nasrani bernama Vaslilier dan Alexander Von Googen ini tampak mirip dengan sebuah masjid di Samarkand, Asia Tengah.
Dua menaranya menjulang setinggi 48 meter sedangkan kubahnya yang dibalut keramik warna biru sangat megah dengan ketinggian 39 meter.
PIJAR ISLAM DI TANAH KOMUNIS
Usai mengunjungi masjid, Sukarno lagi-lagi berdiplomasi ke pemerintah Uni Soviet untuk membuka kembali Masjid Jam'ul Muslimin dan umat Muslim Uni Soviet diizinkan beribadah di dalam Masjid Raya mereka tersebut. Peristiwa ini dicatat oleh sejarah umat muslim Rusia hingga kini. Ketika diwawancara oleh media masa AS mengenai keadaan penduduk muslim Uni Soviet. sebagai tokoh Islam Indonesia Zainul Arifin menjawab dalam bahasa Inggris:
"Here the Moslem religion resembles a lamp in which the light has almost died out and the oil has not been renewed."
(Di sini agama Islam seperti lampu minyak hampir padam yang minyaknya belum diganti).
Dibukanya kembali Masjid Biru sebagai pusat kegiatan umat muslim Uni Sovietpun bagaikan minyak baru penerang pelita Islam.
Mesjid Biru pernah hampir rubuh pada tahun 1980 karena dimakan usia dan perhatian pemerintah sangat berkurang. Hingga akhirnya seorang dermawan menyumbang biaya pemugaran besar-besaran masjid membuat pemerintah Rusiapun tergerak untuk ikut ambil bagian.
Kini ketika memasuki mesjid, selepas melewati ruang penerimaan, kita akan langsung masuk ke dalam masjid lantai pertama yang mampu menampung lebih dari dua ribuan jamaah. Kubah yang dari luar berwana biru, didalamnya terdapat ukiran dan lukisan yang terpengaruh oleh budaya Arab dan menggantung di tengah-tengahnya lampu bulat besar bertatahkan kaligrafi buatan Rusia dengan berat lebih dari 2 ton.
MASJID KEBANGGAAN RUSIA
Dari kejauhan terlihat mihrab megah berwarna biru terbuat dari ribuan marmer berdesain khusus. Di tengah-tengahnya tergambar siluet berupa kaligrafi berisi firman Allah SWT tentang kebaikan dan kebijakan yang harus dianut oleh manusia. Di sampingnya, terdapat mimbar khutbah dengan tangganya yang tinggi terbuat dari kayu yang sangat terawat. Pada saat khatib naik mimbar, ia akan memegang tongkat sebagai pengganti tombak pada jaman para sahabat nabi.
Lantai dua dan tiga dipakai untuk shalat jamaah wanita, sehingga tidak perlu sekat seperti yang ada di beberapa masjid. Uniknya, untuk bisa mengikuti shalat berjamaah, para wanita hanya bisa melihat ke imam melalui dua cendera yang telah disiapkan. Melihat modelnya, jendela ini pastilah model jendela Mesir.
Pilar-pilar besar penyangga kubah dan lantai dua dan tiga dihiasi dengan aneka lukisan bunga mirip budaya Rusia bagian Selatan. Ada juga kaligrafi terbuat dari kayu berukuran sekitar satu kali dua meter yang terpajang di samping ruang imam sholat. Tembakan dua lampu dari samping dan atas memberikan nuansa tersendiri atas tatahan indah surah al-Fatihah yang berada di tengah-tengah ukiran model Bali hadiah dari Presiden Megawati Soekarnoputri, serta ada satu lukisan kaligrafi lagi dari mantan Wapres Jusuf Kalla.
No comments:
Post a Comment