Pahlawan Nasional Indonesia: KH Zainul Arifin (1909 - 1963)
Biografi KH Zainul Arifin, "Berdzikir Menyiasati Angin" oleh: Ario Helmy telah diluncurkan pada 25 November 2009 di Flores Ballroom, Hotel Borobudur, Jakarta. Sedangkan Edisi Revisi Biografi KH Zainul Arifin: PANGLIMA SANTRI, IKHLAS MEMBANGUN NEGERI telah diterbitkan oleh Pustaka Compass pada tahun 2015.
Total Pageviews
Friday, February 24, 2023
HAUL KE 60 KH ZAINUL ARIFIN
HAUL KE 60 KH ZAINUL ARIFIN
Thursday, February 23, 2023
HAUL KE 60 TAHUN KH ZAINUL ARIFIN
Monday, December 26, 2022
KH ZAINUL ARIFIN DAN PRESIDEN SUKARNO KE ITALIA DAN SOWAN PAUS
Sunday, November 13, 2022
SOEKARNO DAN ELIZABETH
Oleh: Ario Helmy
Duta besar RI pertama untuk Britania Raya, Subandrio, ikut berjalan dalam rombongan korps diplomatik yang dengan dukacita mengiringi kereta jenazah Raja George VI yang wafat dalam tidurnya pada 15 Februari 1952. Raja segera digantikan oleh Putri Mahkota Elizabeth Mary yang pada hari kematian ayahnya sedang berada di Kenya, Afrika, karena harus berkunjung ke negara bekas jajahan Inggris di Benua Afrika yang sedang bergolak memperjuangkan kemerdekaan penuh dari Kerajaan Inggris. Namun Raja George malah meninggal dunia pada 6 Februari 1952. Sejak hari itu pula Elizabeth mulai menjadi Ratu Elizabeth II yang memimpin Monarki Britania Raya menggantikan bapaknya.
GAGAP KARENA KIDAL
Seperti juga cicitnya Putra Mahkota William, Pangeran Wales, Raja George VI terlahir kidal dimana kala itu hal tersebut dianggap sebagai aib. Sejak kecil Raja dipaksa untuk makan, menulis dan melakukan hal-hal lainnya dengan tangan "manis" alias tangan kanannya. Hal ini menyebabkan George VI tumbuh dewasa sebagai pria canggung yang bicaranya tergagap-gagap. Yang Mulia sampai dipanggilkan guru pribadi khusus untuk melatihnya bicara tanpa jeda yang tidak perlu. Suatu hal yang dicoba ditekuninya namun tidak sepenuhnya berhasil. George VI kemudian menjadi seorang perokok berat yang membuatnya terkena kanker paru-paru kronis menjelang wafatnya.
TANPA INGGRIS DI EROPA
Elizabeth II baru dimahkotai sebagai Ratu Inggris lebih dari setahun kemudian. Tepatnya, 2 Juni 1953. Menlu Haji Agus Salim mewakili pemerintah RI dalam upacara permahkotaan Ratu Elizabeth II.
Selama masa kepemimpinan Presiden Sukarno, Presiden RI tidak pernah mengunjungi London. Hubungan dengan Inggris memang terpengaruh dengan ketidaksukaan pemerintah Kerajaan Belanda ketika Rombongan kenegaraan dari Indonesia wara-wiri di Benua Eropa dan disambut dengan akrab oleh banyak negara yang mestinya lebih menghormati Belanda yang waktu itu masih ingin memisahkan Irian Barat dari Nusantara.
Tak sampai 2 bulan kemudian, Kabinet Ali-Wongso-Arifinpun (30 Juli 1953) terbentuk dimana KH Zainul Arifin dari Partai NU menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam). Tahun 1956, saat mana KH Zainul Arifin selaku Wakil Ketua MPR ikut dalam rombongan Presiden Sukarno ke AS, Kanada dan Eropa Barat, banyak negara Eropa dikunjungi kecuali Belanda dan Inggris. Rombongan memang membawa misi untuk meminta dukungan agar Irian Barat dapat tetap terintegrasi sebagai bagian dari NKRI.
Tentang Inggris Sukarno pernah berujar, "Aku sudah ke mana-mana kecuali ke London, sekalipun Ratu Inggris sudah dua kali mengundangku untuk berkunjung,” diungkap dalam otobiografinya yang disusun Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
UNDANGAN TERHALANG
Pada 28 Agustus 1961, Ratu Elizabeth II mengundang Sukarno mengadakan kunjungan kenegaraan ke London. Sukarno menyatakan bersedia tandang. Diaturlah rencana kunjungan kenegaraan ke Inggris pada Mei 1962. Pengumuman resmi pun diumumkan. Lagi-lagi Ratu Belanda yang masih kerabat Yang Mulia Ratu Elizabeth II mengritik rencana tersebut.
Sebenarnya, Ratu Elizabeth tidak pernah sampai membatalkan undangan resminya hanya karena ditegur Ratu Belanda. Namun, pada 21 April 1962, Sukarno melayangkan surat permintaan maaf kepada Ratu Elizabeth II. Karena situasi genting di dalam negeri, menyusul serangan Belanda terhadap armada Angkatan Laut Indonesia di Laut Arafuru pada awal tahun. Pada Maret 1962, perundingan yang dimediasi Amerika Serikat macet sehingga Indonesia dan Belanda terancam perang.
Ratu Elizabeth membalas surat Sukarno: “Menteri-menteri saya dan saya sendiri telah siap sedia menyambut kedatangan Yang Mulia, dan untuk memperlihatkan kepada Yang Mulia perihal negara kami, akan tetapi saya percaya bahwa kita akan mempunyai kesempatan untuk ini pada waktu yang lain,” sebagaimana dikutip Ganis Harsono dan dimuat dalam historia.id. Hingga kedua pemimpin wafat rencana itu tidak pernah terwujud.
Requiescat in pace, Her Majesty the Queen Elizabeth II