Biografi KH Zainul Arifin, "Berdzikir Menyiasati Angin" oleh: Ario Helmy telah diluncurkan pada 25 November 2009 di Flores Ballroom, Hotel Borobudur, Jakarta. Sedangkan Edisi Revisi Biografi KH Zainul Arifin: PANGLIMA SANTRI, IKHLAS MEMBANGUN NEGERI telah diterbitkan oleh Pustaka Compass pada tahun 2015.
Total Pageviews
Monday, December 26, 2022
KH ZAINUL ARIFIN DAN PRESIDEN SUKARNO KE ITALIA DAN SOWAN PAUS
Sunday, November 13, 2022
SOEKARNO DAN ELIZABETH
Oleh: Ario Helmy
Duta besar RI pertama untuk Britania Raya, Subandrio, ikut berjalan dalam rombongan korps diplomatik yang dengan dukacita mengiringi kereta jenazah Raja George VI yang wafat dalam tidurnya pada 15 Februari 1952. Raja segera digantikan oleh Putri Mahkota Elizabeth Mary yang pada hari kematian ayahnya sedang berada di Kenya, Afrika, karena harus berkunjung ke negara bekas jajahan Inggris di Benua Afrika yang sedang bergolak memperjuangkan kemerdekaan penuh dari Kerajaan Inggris. Namun Raja George malah meninggal dunia pada 6 Februari 1952. Sejak hari itu pula Elizabeth mulai menjadi Ratu Elizabeth II yang memimpin Monarki Britania Raya menggantikan bapaknya.
GAGAP KARENA KIDAL
Seperti juga cicitnya Putra Mahkota William, Pangeran Wales, Raja George VI terlahir kidal dimana kala itu hal tersebut dianggap sebagai aib. Sejak kecil Raja dipaksa untuk makan, menulis dan melakukan hal-hal lainnya dengan tangan "manis" alias tangan kanannya. Hal ini menyebabkan George VI tumbuh dewasa sebagai pria canggung yang bicaranya tergagap-gagap. Yang Mulia sampai dipanggilkan guru pribadi khusus untuk melatihnya bicara tanpa jeda yang tidak perlu. Suatu hal yang dicoba ditekuninya namun tidak sepenuhnya berhasil. George VI kemudian menjadi seorang perokok berat yang membuatnya terkena kanker paru-paru kronis menjelang wafatnya.
TANPA INGGRIS DI EROPA
Elizabeth II baru dimahkotai sebagai Ratu Inggris lebih dari setahun kemudian. Tepatnya, 2 Juni 1953. Menlu Haji Agus Salim mewakili pemerintah RI dalam upacara permahkotaan Ratu Elizabeth II.
Selama masa kepemimpinan Presiden Sukarno, Presiden RI tidak pernah mengunjungi London. Hubungan dengan Inggris memang terpengaruh dengan ketidaksukaan pemerintah Kerajaan Belanda ketika Rombongan kenegaraan dari Indonesia wara-wiri di Benua Eropa dan disambut dengan akrab oleh banyak negara yang mestinya lebih menghormati Belanda yang waktu itu masih ingin memisahkan Irian Barat dari Nusantara.
Tak sampai 2 bulan kemudian, Kabinet Ali-Wongso-Arifinpun (30 Juli 1953) terbentuk dimana KH Zainul Arifin dari Partai NU menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam). Tahun 1956, saat mana KH Zainul Arifin selaku Wakil Ketua MPR ikut dalam rombongan Presiden Sukarno ke AS, Kanada dan Eropa Barat, banyak negara Eropa dikunjungi kecuali Belanda dan Inggris. Rombongan memang membawa misi untuk meminta dukungan agar Irian Barat dapat tetap terintegrasi sebagai bagian dari NKRI.
Tentang Inggris Sukarno pernah berujar, "Aku sudah ke mana-mana kecuali ke London, sekalipun Ratu Inggris sudah dua kali mengundangku untuk berkunjung,” diungkap dalam otobiografinya yang disusun Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
UNDANGAN TERHALANG
Pada 28 Agustus 1961, Ratu Elizabeth II mengundang Sukarno mengadakan kunjungan kenegaraan ke London. Sukarno menyatakan bersedia tandang. Diaturlah rencana kunjungan kenegaraan ke Inggris pada Mei 1962. Pengumuman resmi pun diumumkan. Lagi-lagi Ratu Belanda yang masih kerabat Yang Mulia Ratu Elizabeth II mengritik rencana tersebut.
Sebenarnya, Ratu Elizabeth tidak pernah sampai membatalkan undangan resminya hanya karena ditegur Ratu Belanda. Namun, pada 21 April 1962, Sukarno melayangkan surat permintaan maaf kepada Ratu Elizabeth II. Karena situasi genting di dalam negeri, menyusul serangan Belanda terhadap armada Angkatan Laut Indonesia di Laut Arafuru pada awal tahun. Pada Maret 1962, perundingan yang dimediasi Amerika Serikat macet sehingga Indonesia dan Belanda terancam perang.
Ratu Elizabeth membalas surat Sukarno: “Menteri-menteri saya dan saya sendiri telah siap sedia menyambut kedatangan Yang Mulia, dan untuk memperlihatkan kepada Yang Mulia perihal negara kami, akan tetapi saya percaya bahwa kita akan mempunyai kesempatan untuk ini pada waktu yang lain,” sebagaimana dikutip Ganis Harsono dan dimuat dalam historia.id. Hingga kedua pemimpin wafat rencana itu tidak pernah terwujud.
Requiescat in pace, Her Majesty the Queen Elizabeth II
Friday, November 11, 2022
Kunjungan Kenegaraan Presiden Dewan Negara Polandia Alexander Zawadzki ke Indonesia 1963
Wednesday, November 9, 2022
Saturday, October 22, 2022
PERAN KH ZAINUL ARIFIN SEBAGAI PENGEMBAN RESOLUSI JIHAD
Tuesday, June 7, 2022
KETIKA DJAMALUDDIN MALIK BICARA FILM DI JEPANG DENGAN BAHASA PADANG
(Abdullah Zuma, NU Online)
Hari ini 8 Juni, 51 tahun wafatnya H. Djamaluddin Malik. Dia adalah tokoh NU, pengusaha, politikus, dan produser film pendiri Perseroan Artis Indonesia (Persari).
Pabrik Gas Batavia - Jalan KH Zainul Arifin
Thursday, May 12, 2022
TMPN KALIBATA DAN KABINET ALI- ARIFIN
Sunday, May 1, 2022
Kunjungan Waperdam Cekoslowakia ke DPR 1958
Sunday, April 17, 2022
Tuesday, March 29, 2022
Sejarah Hari Ini 25 Maret 1975: Raja Arab Saudi Faisal Ditembak Mati
Raja Faisal ditembak mati oleh keponakannya sendiri pada 25 Maret 1975.
Raja Khalid, saudara laki-laki dari raja yang terbunuh, telah menggantikannya atas persetujuan keluarga Kerajaan Saudi. Pangeran Faisal bin Musaed kemudian dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan dan pada Juni 1975 dia dieksekusi atas pembunuhan pamannya, Raja Faisal. Pangeran dipenggal di lapangan umum di Riyadh.
Motif sang pangeran masih belum jelas. Ada spekulasi bahwa dia berusaha membalas kematian kakak laki-lakinya Khalid, yang meninggal dalam bentrokan dengan pasukan keamanan pada 1966.
Pada saat pembunuhan tersebut terdapat beberapa teori konspirasi meskipun penyelidikan kemudian menemukan bahwa Pangeran Faisal bin Musaed bertindak sendiri. Pangeran Musaed secara resmi dinyatakan gila, menurut penyelesaian yang dikeluarkan oleh kabinet kerajaan setelah pembunuhan Raja Faisal.
Dalam sejarahnya, laman History mencatat bahwa Raja Faisal, putra Raja Ibn Saud, bertempur dalam kampanye militer pada 1920-an dan 30-an yang membantu membentuk Arab Saudi modern.
Dia kemudian menjabat sebagai duta besar Saudi untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada 1953 dia diangkat menjadi perdana menteri setelah kenaikan kakak laki-lakinya, Saud. Pada 1964, Raja Saud ditekan untuk turun takhta, dan Faisal menjadi penguasa absolut Arab Saudi. Sebagai raja, dia berusaha untuk memodernisasi bangsanya dan memberikan dukungan finansial dan moral untuk upaya anti-Israel di Timur Tengah.
Waperdam KH Zainul Arifin dan Presiden Sukarno Berangkat Haji
Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarikalaka labbaik, innal hamda wan ni’mata laka wal mula la syarika lak.
Kalau dilihat dari catatan perjalanan haji KH Zainul Arifin dan Presiden Sukarno pada tahun 1955 yang diuraikan oleh Mangil Matowijoyo dalam memoarnya, 'Kesaksian Tentang Bung Karno: 1945 - 1967' itu saya kira itu tata cara haji Tammatu. Bisa ditelusuri bagaimana setelah sambutan formal kenegaraan di Bandara Jeddah rombongan langsung diantar Raja Saud bin Abdulaziz ke Madinah untuk menziarahi makam Rasullah SAW di sana.
Melepas Atribut Kenegaraan
Dari Kairo, Mesir, Presiden Sukarno tiba di Jeddah, Arab Saudi pada 25 Juli 1955, dimana sambutan kenegaraan secara militer dipimpin langsung oleh Raja Saud diselenggarakan lengkap dengan diperdengarkannya lagu kebangsaan kedua negara dan dentuman meriam. Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Kabinet Ali-Arifin, KH Zainul Arifin juga disongsong oleh Waperdam Kerajaan Saudi, Pangeran Faisal yang juga adik dari lain ibu Raja Saud.
Usai penerimaan formal, Raja Saud mengantar sendiri rombongan Presiden RI menuju Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah SAW. Mendekati makam dengan berjalan kaki, Raja Saud terkesan demi melihat Sukarno melepas seluruh atribut kenegaraan dari jas kepresidenannya saat makam Rasulullah SAW sudah terlihat.
Terjadi dialog antara Raja dan Presiden, "Mengapa Anda melakukan itu Tuan Presiden?"
Sigap Presiden RI menjawab, "Kita menuju makam Rasul Allah SAW. Tentunya dia lebih tinggi dibandingkan saya dan Anda, Raja!"
Begitu tiba tepat di depan makam Rasulullah, dalam sebuah video dokumenter koleksi Arsip Nasional RI tampak jelas Sukarno menengadahkan kepala dengan linangan air mata. Di sisi kirinya Waperdam Zainul Arifin juga menangis haru. Tepat di belakang keduanya kelihatan Menteri Agama KH Masykur karena sudah sering ke sana sebelumnya. Sedangkan buat Presiden dan Waperdam RI itulah kali pertama (dan ternyata juga yang terakhir kali) keduanya berhadapan dan berdoa langsung di depan makam Utusan Allah Muhammad SAW.
“Lama Bung Karno berdiri mengheningkan cipta, berdoa di samping makam Nabi Muhammad di Madinah itu, sedangkan rombongan yang sangat kecil jumlahnya itu berdiri di belakang, termasuk saya,” tulis Mangil.
"Besoknya, setelah kembali ke Jeddah, rombongan menuju Makkah, kemungkinan besar untuk melakukan Tawaf Qudum atau Tawaf kedatangan. Biasanya dilakukan sebelum berangkat ke Arafah,"
"Kepada keluarga, KH Zainul Arifin menceritakan pengalaman Presiden dan rombongan inti diajak memasuki bangunan Kabah lewat pintu berlapis emas. Di dalamnya dilaksanakan sholat sunnah serupa dengan yang umum dilakukan jamaah biasa di kawasan Hijir Ismail. Usai sholat Raja Saud dan tamu-tamu kenegaraannya mencuci dinding Kabah," kenang Zuraida Fatma salah satu putri Zainul Arifin.
Mangil mencatat setelah itu, kegiatan-kegiatan kenegaraan dilakukan berupa kunjungan formal ke Istana Raja Saud. Presiden Sukarno didampingi oleh KH Zainul Arifin dan KH Masykur melakukan pembicaraan bilateral. Besoknya, giliran Waperdam dan Menag RI mengadakan pembicaraan bilateral di Istana Waperdam Saudi, Pangeran Faisal di Riyadh.
Wukuf di Arafah
Tanggal 29 Juli 1955, tetamu negara dihantar menggunakan mobil khusus untuk Presiden Sukarno berangkat menuju Arafah untuk melakukan wukuf. Kemudian berangkat menuju Muzdalifah senyampang mengumpulkan batu untuk ritual melontar jumrah lalu menuju Mina.
Dari Mina selesai nafar awal mereka berangkat ke Tanaim miqat umrah. Karena setelah tawaf qudum boleh tidak melakukan tawaf ifadah melainkan langsung sai haji. Setelah sai haji selesai, rampung pula ritual ibadah haji.
Selama pelaksanaan ibadah haji, Presiden Sukarno memberi masukan berharga bagi Raja Saud mengenai beberapa fasilitas ritual ibadah. Yuke Ardhiati dalam Bung Karno Sang Arsitek (2005), mengulas Sukarno menyarankan agar jalur sai di Makkah dibagi menjadi dua dan didirikan bangunan dua lantai untuk memuat sebanyak mungkin jamaah melakukan sai.
Sedangkan untuk Padang Arafah, Sukarno mengusulkan agar ditanami pepohonan hijau pohon mindi yang bibitnya didatangkan dari Indonesia. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi begitu menghargai sumbang saran Tamu Negara tersebut, Presiden Sukarno, Zainul Arifin dan Kiai Masykur diundang khusus untuk ikut melakukan inagurasi pemugaran Masjid Nabawi di Madinah.
Mobil Chrysler dan Pedang Emas
Menjelang berakhirnya kunjungan kenegaraan rombongan Presiden RI, Raja Saud menyematkan bintang-bintang kehormatan Kerajaan kepada Sukarno dan Zainul Arifin. Sedangkan sebagai cindera mata Presiden Sukarno disila membawa pulang mobil yang dikendarainya selama menjadi Tamu Negara, mobil Chrysler Crown Imperial keluaran mutakhir 1955 mesin bermuatan 5,4 liter Hemihead V8 transmisi 2-speed Power Flite Automatic buatan Detroit, Michigan, AS buah karya desainer Virgil Exner. Mobil jenis ini hanya diproduksi sebanyak 7.840 unit saja untuk seluruh dunia. Kelak mobil yang dijadikan mobil resmi kepresidenan ini, menjadi korban percobaan pembunuhan terhadap Sukarno dalam Peristiwa Cikini 30 November 1957 yang menyebabkan cacat spatbor kiri dan kaca belakangnya.
Kepada Zainul Arifin, Raja menghadiahi Pedang Zambea, pedang simbol Kerajaan Arab Saudi yang terdapat gambarnya pada bendera Kerajaan, persis di bawah kalimat Tauhid.
Pada 2 Agustus 1955, Sukarno dan rombongan menjalankan tawaf wada, lantas kembali ke Jeddah. Esok harinya rombongan kembali ke Tanah Air dan akhirnya 5 Agustus mendarat kembali di Kemayoran.
Penulis: Ario Helmy