Total Pageviews

Wednesday, February 11, 2015

NAPAK TILAS: BERTANDANG KE MESJID GUDANG


Oleh: Ario Helmy

KH Zainul Arifin menyertai Presiden Sukarno melakukan kunjungan-kunjungan kenegaraan bersejarah sepanjang tahun 1956, usai dilangsungkannya Pemilu pertama Indonesia pada 1955.Lawatan-lawatan tersebut meliputi Amerika Serikat, Uni Soviet, Cekoslowakia dan Yugoslavia serta Cina. Di sini akan diuraikan mengenai lawatan ke Uni Soviet sebagai bagian penting dari agenda Sukarno dalam melihat dari dekat kehidupan di negara-negara Blok Barat dan Blok Timur. Dalam muhibah tersebut Presiden lewat upaya diplomasi tingkat tinggi berhasil membuat pemerintahan komunis di Moskow membuka kembali sebuah mesjid yang sebenarnya telah di alihfungsikan sebagai gudang. Mesjid yang kini terkenal sebagai Mesjid Biru sering kali diulas sebagai Mesjid Sukarno. Pihak AS mengikuti perkembangan perjalanan Presiden Sukarno ke negera-negara Blok Timur dengan penuh perhatian.

KOTA PETER DAN LENIN

Kunjungan panjang kenegaraan rombongan Presiden Sukarno memulai lawatan dari Moskow, dimana rombongan disambut oleh PM Nikita Kruschev. Selanjutnya, rombongan dijamu berkunjung ke kota bersejarah Leningrad atau pernah disebut juga St. Petersburg. St. Petersburg atau Leningrad merupakan sebuah kota yang dibangun oleh Peter the Great, atau raja Peter I pada abad 17. Kota ini juga disebut Leningrad karena Lenin memang dilahirkan di sini. Lanskap kotanya tidak beda dengan kota-kota besar di Eropa Barat, seperti Amsterdam, Berlin ataupun London. Letaknya di pinggiran Sungai Neva dan ratusan kanal di dalamnya menjadikan kota ini sebagai Venesia Rusia. Kota ini pernah menjadi ibukota Kekaisaran Rusia selama 200 tahun. Di dekat bantaran Sungai Neva terdapat sebuah masjid yang kubahnya berwana biru. Tatkala pelancong ikut cruise kapal menyusuri Sungai Neva, menaranya yang menjulang terlihat dengan jelas.

Ketika melintas di Mesjid Biru, Sukarno ingin mampir ketika diberitahu bahwa bangunan yang diduganya sebagai mesjid ternyata memang sebuah rumah ibadah kaum Muslim yang sudah tua. Pihak protokoler tidak dapat memenuhi permintaan Sukarno dengan alasan jadwal yang sangat padat. Presiden tidak berputus asa. Ketika kembali ke Moskow, Sukarno meminta sendiri kepada Kruschev untuk diizinkan memasuki dan melihat dari lebih dekat bangunan mesjid yang rupanya sudah diubah menjadi sebuah gudang sejak Perang Dunia II itu. Pemerintah Moskow kemudian memerintahkan agar bangunan dibersihkan dan Imam Mesjid ditugasi untuk menerima rombongan Presiden Indonesia.

Dalam pertemuan dengan Imam Mesjid, Presiden didampingi anggota parlemen Partai NU, KH Zainul Arifin mendapat penjelasan mengenai sejarah mesjid yang nama resminya adalah Jam'ul Muslimin. Masjid Biru mulai dibangun tahun 1910. Ketika dibangun, umat Islam di Rusia berjumlah hanya 8.000 orang. Pembangunan masjid dilakukan setelah dibentuk komite khusus tahun 1906 yang diketuai Ahun Ataulla Bayazitov. Penyumbang terbesar tercatat Said Abdoul Ahad Amir Buharskiy yang membiayai semua pekerja pembangunan masjid. Pembangunannya memakan waktu sebelas tahun. Saat diresmikan penggunaannya pada 1921, mesjid yang diarsiteki oleh dua orang nasrani bernama Vaslilier dan Alexander Von Googen ini tampak mirip dengan sebuah masjid di Samarkand, Asia Tengah.Dua menaranya menjulang setinggi 48 meter sedangkan kubahnya yang dibalut keramik warna biru sangat gagah dengan ketinggian 39 meter.

MINYAK PENERANG PELITA

Usai mengunjungi mesjid, Sukarno lagi-lagi berdiplomasi ke pemerintah Uni Soviet untuk membuka kembali Mesjid Jam'ul Muslimin dan umat Muslim Uni Soviet diizinkan beribadah di dalam Mesjid Raya mereka tersebut. Peristiwa ini dicatat oleh sejarah umat muslim Rusia hingga kini. Ketika diwawancara oleh media masa AS mengenai keadaan penduduk muslim Uni Soviet. sebagai tokoh Islam Indonesia Zainul Arifin menjawab dalam bahasa Inggris:

"Here the Moslem religion resembles a lamp in which the light has almost died out and the oil has not been renewed."

(Di sini agama Islam seperti lampu minyak hampir padam yang minyaknya belum diganti).

Dibukanya kembali Mesjid Biru sebagai pusat kegiatan umat muslim Uni Sovietpun bagaikan minyak baru penerang pelita Islam.

Mesjid Biru pernah hampir rubuh pada tahun 1980 karena dimakan usia dan perhatian pemerintah sangat berkurang. Hingga akhirnya seorang dermawan menyumbang biaya pemugaran besar-besaran mesjid membuat pemerintah Rusia tergerak untuk ikut ambil bagian. Kini ketika memasuki mesjid, setelah melewati ruang penerimaan, kita akan langsung masuk ke dalam masjid lantai pertama yang mampu menampung lebih dari dua ribuan jamaah. Kubah yang dari luar berwana biru, didalamnya terdapat ukiran dan lukisan yang terpengaruh oleh budaya arab dan menggantung di tengah-tengahnya lampu bulat besar bertatahkan kaligrafi buatan Rusia dengan berat lebih dari 2 ton.

Dari kejauhan terlihat mihrab yang agung berwarna biru terbuat dari ribuah marmer yang didisain khusus. Di tengah-tengahnya terdapat siluet berupa kaligrafi yang menegaskan pesan-pesan Tuhan tentang kebaikan dan kebijakan yang harus dianut oleh umatnya. Di sampingnya, terdapat mimbar khutbah dengan tangganya yang tinggi terbuat dari kayu yang sangat terawat. Pada saat khatib naik mimbar, ia akan memegang tongkat yang merupakan pengganti tombak pada jaman para sahabat nabi.

Lantai dua dan tiga dipakai untuk shalat jamaah wanita, sehingga tidak perlu sekat seperti yang ada di beberapa masjid. Uniknya, untuk bisa mengikuti shalat berjamaah, para wanita hanya bisa melihat ke imam melalui dua cendera yang telah disiapkan. Melihat modelnya, jendela ini pastilah model jendela Mesir.

Pilar-pilar besar penyangga kubah dan lantai dua dan tiga dihiasi dengan aneka lukisan bunga yang lebih mirip budaya Rusia bagian Selatan. Ada juga kaligrafi terbuat dari kayu berukuran sekitar satu kali dua meter yang terpajang di samping ruang imam sholat. Tembakan dua lampu dari samping dan atas memberikan nuansa tersendiri atas tatahan indah surah al-Fatihah yang berada di tengah-tengah ukiran model Bali hadiah dari Presiden Megawati Soekarnoputri, serta ada satu lukisan kaligrafi lagi dari mantan Wapres Jusuf Kalla.