Total Pageviews

Monday, November 29, 2021

Merah Putih Podcast Tentang Biografi KH Zainul Arifin 27 November 2021 (2)

Merah Putih Podcast tentang Biografi KH Zainul Arifin










KH ZAINUL ARIFIN & NAHDLATUL ULAMA(2)

Oleh: Ario Helmy

"Dengan kepemimpinan KH Zainul Arifin yang piawai dalam mengelola forum sehingga sidang menjadi sangat efektif dan produktif menghasilkan beberapa keputusan penting mulai masalah pokitik, pengembangan ekonomi riil dan perbankan, serta penentuan pakaian khas bagi Muslimat NU." (DZ: p.52).

MAJELIS KONSUL DAN MIAI

Setelah Muktamar ke 13 di Menes berlangsung sukses, kedudukan KH Zainul Arifin meningkat pesat. Sebentar saja Arifin sudah diamanahi sebagai Ketua Majelis Konsul Batavia yang membawahkan semua Pengurus Cabang NU di kawasan Batavia. Namanya semakin kondang di kalangan kiai-kiai NU di Betawi dan Jawa Barat. Sedangkan PBNU memberinya tugas yang semakin menantang pula. Zainul ditugasi ikut mewakili NU di MIAI, Majelis Islam A'la Indonesia, sebuah federasi ormas Islam di seluruh Hindia Belanda.

MIAI didirikan atas inisiatif NU dan Muhammadiyah sebagai reaksi atas campur tangan pemerintah kolonial yang terlalu jauh terhadap syariat Islam. Kebijakan Belanda membentuk Undang-Undang perkawinan pada tahun 1937, misalnya, dipandang bertentangan dengan syariat islam, sehingga Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah berreaksi dengan mendirikan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada 21 September 1937 di Surabaya dengan melibatkan 13 ormas Islam. Federasi yang diketuai KH Wahid Hasyim ini sempat berkiprah di bidang politik di penghujung penjajahan Belanda. MIAI pernah berkongres tiga kali dimana KH Zainul Arifin ikut berperan di dalamnya sebagai wakil NU, sebelum akhirnya federasi ini dibekukan sementara senyampang masuknya Jepang ke Hindia Belanda pada 1942.

TIGA KONGRES MIAI

Kongres MIAI disebut juga Kongres Al-Islam pertama dilaksanakan 26 Februari-1 Maret 1938 di Surabaya. Dalam kongres perdananya  ini selain dibahas Undang-Undang Perkawinan yang diajukan pemerintah, juga disidangkan antara lain: soal hak waris umat Islam, raad agama, permulaan bulan puasa, dan perbaikan perjalanan haji.

Dalam Kongres MIAI II dikaji ulang UU Perkawinan secara lebih mendalam ditambah dengan tanggapan atas terbitnya artikel dalam suatu media massa yang dianggap menghina Islam. Untuk itu dibentuk Komisi Pembelaan dimana Zainul Arifin ikut duduk di dalamnya. Berpengalaman sebagai pengacara Pokrol Bambu, Arifin dipandang layak terlibat dalam komisi ini. 

Kongres terakhir Al-Islam MIAI ketiga digelar di Solo 7-8 Juli 1941. Beberapa materi diantaranya: peningkatan layanan perjalanan haji, tempat shalat di Kereta Api, penerbangan

Thursday, November 25, 2021

Selamat Hari Guru Nasional 2021

Setelah berhenti bekerja sebagai amtenar (pegawai negeri) di gemeente (pemda) Batavia sekira tahun 1932, KH Zainul Arifin Pohan kemudian mengajar di SD Perguruan Rakyat dekat rumahnya di Bukit Duri.

Sekolah didirikan tak lama setelah Sumpah Pemuda dikumandangkan, tepatnya 11 Desember 1928 sebagai gabungan dari Pustaka Kita dan Perhimpunan Untuk Belajar oleh PNI Jakarta. Duduk di Bagian Pengurus sekolah Mr. M. Yamin. Sedangkan diantara nama-nama pada bagian Pengawas terdapat nama M.H. Thamrin, atasan Zainul Arifin di PDAM Batavia. 

Hingga kini SD Perguruan Rakyat tetap berdiri di lokasi dengan alamat lengkap: 
Jl. Kp. Melayu Kecil I No.38, RT.6/RW.10, Bukit Duri, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12840. Sayangnya, hingga hari ini sekolah bersejarah ini masih sering dilanda banjir di musim hujan.

Saturday, November 20, 2021

KH Zainul Arifin, KH Saifuddin Zuhri, KH Masykur

#khzainularifin #khmasykur #nahdlatuloelama #nahdlatul_ulama #panglimasantri #panglimasantriikhlasmembangunnegeri #nuonline #nuonline_id

Wednesday, November 10, 2021

Kilas Balik Hari Pahlawan Nasional 2019

Kilas Balik 
Pengangkatan KH Masykur Sebagai Pahlawan Nasional

Ario Helmy

Bagi keluarga besar Pahlawan Kemerdekaan Nasional KH Zainul Arifin, pencalonan mitra pejuang dakwah, militer dan politik KH Masykur sebagai Pahlawan Nasional merupakan kabar yang sudah lama dinanti-nantikan. Kiai Masykur bahu membahu dengan Zainul Arifin berjuang lewat laskar santri Hizbullah di mana Arifin merupakan panglimanya dan laskar Kiai Sabilillah di bawah komando Kiai Masykur. Di bidang politik kedua kiai berbagi tugas dengan Kiai Masykur di lembaga eksekutif sebagai Menteri Agama dan Zainul di legislatif bermula sebagai anggota Badan Pekerja KNIP hingga menjadi Ketua DPRGR menjelang akhir hayat.  

LATIHAN PERANG TANAH LIAT

Zainul Arifin dan Kiai Masykur adalah lulusan pelatihan semi militer Hizbullah angkatan pertama di Cibarusah yang berlangsung tiga bulan lamanya awal tahun 1945 diikuti sekira 500 tokoh pemuda santri. Latihannya berdisiplin tinggi dan sangat berat. Yang diulang-ulang ialah latihan perang-perangan dengan senjata dari kayu. Selain itu juga dilatihkan teknik perang gerilya dan pembuatan bom molotov. Dilangsungkan di daerah bertanah liat pelbagai kesulitan medan dan penyakit malah menguatkan fisik dan mental baja para pesertanya. Dibekali semangat Bushido ala Jepang, rasa cinta tanah air dan semangat bela negara menggelora di antara para peserta. Selesai pelatihan angkatan pertama, Zainul Arifin dan Masykur berpisah karena berbagi tugas. Kiai Masykur dan Wahid Hasyim menjadi anggota BPUPKI guna mempersiapkan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sedangkan Zainul Arifin selaku Panglima Hizbullah bertugas mengomandani pelatihan spiritual di Mesjid Kauman, Malang. 

Pasukan Santri Hizbullah digembleng kedisiplinan spiritual langsung di bawah Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, Wahab Chasbullah dan kiai-kiai sepuh lainnya. Sementara di BPUPKI persiapannya apabila pemindahan kekuasaan berlangsung damai, pelatihan spiritual Hizbullah di Malang siaga mengantisipasi jika peperangan harus berlangsung demi merebut kemerdekaan yang sudah di depan mata. Begitu tekun dan disiplin pasukan Hizbullah bertekad bulat menyiapkan diri untuk berjihad, sampai-sampai para pesertanya tidak menyadari kalau Proklamasi Kemerdekaan sudah dikumandangkan Sukarno.

Tuesday, November 9, 2021

Kilas Balik Hari Pahlawan 2020

NASUTION, ARIFIN, DAN KONFLIK ACEH

Ario Helmy

Pagi hari 10 November 2020 di Istana Negara Presiden Joko Widodo menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada 6 tokoh pejuang bangsa: Sultan Baabullah dari Provinsi Maluku Utara, Machmud Singgirei Rumagesan, Raja Sekar dari Provinsi Papua Barat, Jenderal Polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo dari Provinsi DKI Jakarta, Arnold Monotutu dari Provinsi Sulawesi Utara, MR. Sutan Mohammad Amin Nasution dari Provinsi Sumatera Utara, Raden Mattaher Bin Pangeran Kusen Bin Adi dari Provinsi Jambi.

PUTRA SUMATERA UTARA

Adapun MR. SM Amin Nasution merupakan Pahlawan Nasional asal Provinsi Sumatera Utara setelah: Sisingamangaraja XXI, T.Amir Hamzah, Adam Malik, Djamin Ginting,T.B Simatupang, Abdul Harris Nasution, Dr. Ferdinand Lumbantobing, KH Zainul Arifin, Mayjend DI Panjaitan, Kiras Bangun, Prof. Drs. Prof. Drs. Lafran Pane.

SM Amin Nasution sendiri dicatat sejarah sebagai tokoh pergerakan Sumpah Pemuda, aktivis ulung, pengacara dan penulis. Dia lahir di Aceh Besar Provinsi Aceh pada 22 Februari 1904 dan meninggal di Jakarta, 16 April 1993, dalam usia 89 tahun. 

Data dari Kementerian Sosial sebagaimana dikutip Detik.com dan Kompas.com menunjukkan SM Amin Nasution pernah menjabat Gubernur Sumatera Utara, Aceh dan Riau, pada awal kemerdekaan yaitu pada tahun 1947 hingga 1949. Hingga akhirnya ia ditunjuk kembali menjadi Gubernur Sumatera Utara yang pertama setelah wilayah Sumatera Utara pecah menjadi tiga provinsi pada 1953. SM Amin juga merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam sejarah pergerakan pemuda.

Dia aktif dalam organisasi Jong Sumatranen Bond (JSB) yang merupakan perkumpulan yang bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatera. Amin merupakan figur penting dalam menyatukan gerakan kepemudaan daerah ke dalam Komisi Besar Indonesia.

Sebagai aktivis Jong Sumateranen Bond, Amin menjadi salah satu tokoh yang mengonsepkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Selain aktif di organisasi kepemudaan, SM Amin juga seorang penulis yang cukup produktif. Dia menggunakan nama pena Kreung Raba Nasution. Sekira 12 buku tentang hukum, politik dan pemerintahan telah dihasilkannya.

Dari Presiden Sukarno, Amin menerima anugerah Satya Lantjana Peringatan Perdjoeangan Kemerdekaan RI 1961, sementara Presiden Suharto menganugrahi penghargaan Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia dan Bintang Jasa Utama pada 1991. SM Amin Nasution juga memperoleh Bintang Mahaputra dari Presiden BJ Habibie pada 1998 dan Bintang Mahaputra Adipradana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009.

AMIN NASUTION DAN ZAINUL ARIFIN

Dalam lintas panggung sejarah kedua pahlawan nasional dari Sumatera Utara Amin dan Nasution dan KH Zainul Arifin pernah saling bertemu dalam upaya penyelesaian konflik yang terjadi di kawasan Aceh dan Sumatera Utara sekarang.

Peristiwanya terjadi manakala Zainul Arifin menjabat wakil perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo 1 tahun 1953. Sebagai waperdam, sejak awal KH Zainul Arifin sudah harus menangani banyak persoalan bangsa, utamanya problem gerakan-gerakan separatis berbasis Islam ekstremis yang gencar menuntut sistem khilafah diberlakukan di Indonesia. Yang paling menonjol adalah DI/TII di Jawa Barat, Darul Islam di Aceh dan di Sulawesi Selatan. Di sini yang akan diuraikan adalah pemberontakan DI di Aceh. 

GANTI GUBERNUR

Koran berbahasa Belanda yang terbit di Jakarta sebagaimana dilansirkan NU Online melaporkan: 

De nieuwsgier, 28-09-1953: 

‘Hari Minggu, Wakil Perdana Menteri II, Zainul Arifin dan rombongan bertolak dengan pesawat ke Medan. Mereka hanya ke Aceh dan mereka tidak memberi komentar ketika diminta wartawan. Komandan territorial Sumatra Utara (Kol. Simbolon) hari Jumat telah mengumumkan press release tentang kronologi peristiwa di Aceh. Beberapa pelanggaran hukum dari kelompok kecil yang dipimpin oleh Teungku Daud Muhammed Beureuh. Dalam pamphlet yang ditemukan di Kota Radja berbunyi dan ditandatangani Gubernur Militer 'Negara Islam Indonesia di Aceh’. 

Harian yang sama juga melaporkan, Menhan Iwa Kusuma Sumantri dan Menag KH Masykur segera menyusul ke Medan untuk menenangkan suasana di bawah supervisi KH Zainul Arifin. Hasilnya pemerintah pusat menyetujui pergantian gubernur Sumatera Utara dari Abdul Hakim Harahap ke SM Amin Nasution. Amin Nasution yang meskipun berdarah Mandailing namun  kelahiran Krueng, Banda Aceh dan fasih berbahasa Aceh. Dalam pendekatannya dalam upayanya meredakan suasana konflik, Zainul Arifin juga menggunakan pendekatan kekerabatan lewat jalur keluarga ibundanya yang kebetulan Boru Nasution. Lewat pengangkatan Amin Nasution sebagai gubernur lagi, pemerintah nengharapkan dia dapat meredakan pemberontakan di Aceh lewat pendekatan kekeluargaan.

Monday, November 8, 2021

Selamat Hari Pahlawan 10 November 2021

Pahlawan dari Berbagai Suku, Bukti NU Menyebar ke Seluruh Nusantara

Kendi Setiawan
Ahad, 7 November 2021 | 11:00 WIB BAGIKAN:

Jakarta, NU Online


Penelitian oleh tim sejarah Nahdlatul Ulama yang dipimpin Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Abdul Mun'im Dz, mengemukakan bahwa Resolusi Jihad yang diserukan PBNU pada 22 Oktober 1945 dan 29 Maret 1946 menggema ke seluruh Nusantara. Akibatnya, terjadi perang semesta melawan penjajah hingga tercapai kemerdekaan Republik Indonesia.   

"Semua ini menunjukkan bahwa kaum santri yang bergabung dalam NU berperan besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan," kata H Abdul Mun’im Dz, Ahad (7/11/2021).

Ia juga mengungkapkan, perjuangan ini tidak hanya melahirkan para syahid, tetapi juga melahirkan pahlawan yang diakui secara nasional. “Terbukti, hingga saat ini NU telah melahirkan 11 Pahlawan Nasional,” imbuh penulis buku Fragmen Sejarah NU ini.   Adapun 11 Pahlawan Nasional tersebut adalah:

1. KH M Hasyim Asy’ari dari Suku Jawa. Ia adalah pendiri NU, Panglima Tertinggi Laskar Santri yang terdiri dari Barisan Kiai, Laskar Hisbullah, dan Laskar Sabilillah. Kiai Hasyim Asy’ari mendapat gelar Pahlawan Naisonal RI berdasarkan SK Presiden RI No 294 November 1964.

2. KH A Wahid Hasyim, suku Jawa. Ia adalah Ketua Umum PBNU, berjuang melawan penjajah. Semasa hidupnya pernah menjadi anggota BPUPKI, perumus Pancasila hingga Menteri Agama RI. Kiai Wahid Hasyim mendapatkan gelar Pahalawan Nasional RI berdasarkan SK Presiden RI No. 206 Agustus 1964.

3.    KH Zainul Arifin Pohan, suku Batak. Ia adalah Komandan Hizbullah. Kiai Zainul Arifin pernah mengemban amabah sebagai Ketua PBNU dan Anggota Konstituante. Ia juga pernah menjadi Wakil Perdana Menteri RI. Berdasarkan SK Presiden RI No. 35, 4 Maret 1963 ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI.  

4.    KH Zainal Mustofa berasal dari Sunda. Ia pernah mengemban amanah sebagai Ketua PCNU Singaparna. Kiai Zainal Mustofa gugur sebagai syahid dalam perjuangan melawan penjajah Jepang. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Presiden RI No. 064, November 1972.  

5.    H Andi Mappanyukki dari Suku Bugis. Ia adalah Raja Bone dan pendiri NU Sulawesi Selatan. H Andi Mappanyukki berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang pada tahun 1945-1949. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan (SK. Presisen RI No. 089, 5 November 2004.

6.    H Andi Djemma berasal dari Suku Luwu dan pernah menjadi Raja Luwu. H Andi Djemma adalah pendiri NU Sulawesi Selatan. Ia berjuang melawan penjajah Belanda 1946-1948. Ia mendapatkan gelar Pahkawan Nasional RI berdasarkan SK. Pres RI No. 073, 6 November 2002.

7.    KH Wahab Chasbullah dari Suku Jawa. Kiai Wahab adalah seorang pendiri NU pernah menjadi Komandan Barisan Kiai yang berjuang melawan penjajah pada1926-1949. Kiai Wahab pernah menjadi Anggota Konstituante RI, lalu Anggota DPA RI dan komandan melawan PKI 1965. (SK Presiden RI, November 2014), Kiai Wahab mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI.

8.    KH As’ad Syamsul Arifin. Berasal dari Suku Madura, Kiai As’ad juga salah seorang pendiri NU. Kiai As’ad berperang melawan penjajah pada 1945-1949, menjadi anggota Konstituante RI. Kiai As’ad mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan (SK Presiden RI No 91, November 2016).  

9.    KH Idham Chalid dari Suku Banjar adalah Ketua Umum PBNU 1956-1984, termasuk Pejuang Kemerdekaan. Ia menjadi Wakil Perdana Menteri RI dan Ketua MPR RI. Kiai Idham Chalid mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Presiden No 113 tertanggal 7 November 2011.  

10.    KH Sam’un, asal Suku Banten. Ia pernah mengemban Amanah sebagai Ketua PCNU Serang. Kiai Sam’un adalah seorang pejuang yang turut melawan penjajah 1945-1949. Kiai Sam’un mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan (SK. Presiden RI, 8 November 2018).  

11.    KH Masykur berasal dari Suku Jawa, adalah seorang Komandan Laskar Sabilillah. Ia pernah mengemban amanah Ketua Umum PBNU, Anggota BPUPKI, Perumus Dasar Negara, Anggota Konstituante RI hingga menjadi Menteri Agama RI. Kiai Masykur meendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Presiden  pada 8 November 2019.    

Data tersebut, kata Mun’im, selain menunjukkan peran besar Kaum Santri dalam memperjuangkan dan mempertahaknan kemerdekaan RI, juga menunjukkan kebesaran NU.   

"Bahwa NU tidak hanya berkembang di Jawa. Akan tetapi, juga berkembang di seluruh bumi Nusantara. Terbukti para tokoh dan pahlawannya terdiri dari berbagai suku yang ada di Indonesia,” imbuhnya.    Menurut dia, masih banyak lagi tokoh yang akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional sesuai dengan perjuangan yang mereka perankan dalam memperjuangkan berdirinya Republik Ini.  

Pewarta: Kendi Setiawan Editor: Musthofa Asrori  

Sumber: https://nu.or.id/nasional/11-pahlawan-dari-berbagai-suku-bukti-nu-menyebar-ke-seluruh-nusantara-gF73b
Sumber: https://nu.or.id/nasional/11-pahlawan-dari-berbagai-suku-bukti-nu-menyebar-ke-seluruh-nusantara-gF73b

Sumber: https://nu.or.id/nasional/11-pahlawan-dari-berbagai-suku-bukti-nu-menyebar-ke-seluruh-nusantara-gF73b
Sumber: https://nu.or.id/nasional/11-pahlawan-dari-berbagai-suku-bukti-nu-menyebar-ke-seluruh-nusantara-gF73b