Total Pageviews

Wednesday, December 29, 2021

NAIK NAIK KE ISTANA CIPANAS DAN POLIGAMI

(Ario Helmy) 

"Naik - naik, ke puncak gunung
tinggi - tinggi sekali
Naik - naik, ke puncak gunung
tinggi - tinggi sekali

Kiri - kanan kulihat saja
banyak pohon cemara
Kiri - kanan kulihat saja
banyak pohon cemara"

Ibu Soed aka Sarcidjah Niung mengarang lagu anak-anak berlirik seperti diatas guna menggambarkan indah dan menakjubkan perjalanan dari Jakarta menuju villa di Kawasan Puncak. Yang menceritakan hal itu Carmenita, kemenakan Ibu Soed(ibyo) seorang perancang busana. Ibu Soed sendiri di masa hidupnya selain terkenal sebagai pengarang lagu anak-anak, guru musik dan penyiar radio juga dikenang sebagai seniman seni batik kesayangan Presiden pertama RI, Sukarno. Keluarga Soedibyo termasuk keluarga yang kerap kali diundang untuk tetirah di Istana Kepresidenan di Cipanas. 

MENCARI INSPIRASI

Bung Karno seringkali menggunakan Istana Cipanas untuk beristirahat dan mencari inspirasi sebagai bahan untuk pidato-pidatonya. Bangunan kuno Istana dulunya dimiliki seorang Tuan Tanah Belanda, Van Heots, selesai dibangun sekira 1740. Setelahnya, istana ini menjadi tempat peristirahatan Gubernur Jendral Gustaaf Willem Baron van Imhoff serta pejabat-pejabat gubernur jenderal setelahnya. Suasana pegunungan dan sumber air panas menjadi daya tarik utamanya.

Berbeda dengan air panas lainnya, air panas di Istana Cipanas tidak mengandung belerang. Jika air panas lainnya tidak disarankan untuk berendam lebih dari satu jam, air panas alami Cipanas diperbolehkan untuk berendam lebih dari satu jam. Meski berbeda, khasiat air panas sama dengan yang di tempat lain.

Setelah Indonesia merdeka, Sukarno menamaulang tiga paviliun yang ada disana menjadi Paviliun Yudistira, Paviliun Bima dan Paviliun Arjuna. Tahun 1984 di masa pemerintahan Presiden Suharto, ditambahkan dua paviliun lagi: Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.

Sebagai tempat mencari inspirasi, Sukarno meminta arsitek R.M. Soedarsono dan F. Silaban untuk membangun Gedung Bentol di puncak bukit. Gedung berhiaskan bebatuan alam yang ditempelkan pada dinding dan lantainya hingga menyerupai bentol-bentol, seperti gigitan nyamuk.

Dari puncak bukit itu setiap Subuh dapat terlihat dengan jelas puncak Gunung Gede sebelum tertutup halimun. Di sanalah sang Proklamator acapkali mencari ilham untuk pidato-pidatonya.

PRESIDEN KEBAPAKAN POLIGAMIS

"Kami sering diundang untuk berakhir pekan di Istana Cipanas," kenang Firman Arifin, Di sana semua tamu membaur. Presiden Sukarno senantiasa menyempatkan diri bercengkrama dengan anak-anak. Kami selalu disapa satu persatu."

"Dalam foto yang masih saya simpan, Ayah, Mamih dan anak-anak sedang berlibur ke Istana Cipanas atas undangan Presiden Sukarno. Kakak saya, Addy tampak meringis karena habis dicacar. Dia jadi tidak bisa bermain dengan anak-anak lain karena masih demam," tambah Ratna Qomariah Arifin.

Sementara itu, kedekatan Presiden Sukarno dengan para kiai sempat mengalami pasang surut, khususnya pada 1953 saat Sukarno meminta kiai-kiai NU untuk merestuinya mengambil istri kedua, Hartini. Seorang janda berusia 28 tahun beranak lima. Tahun 1952 di Salatiga, Hartini berkenalan dengan Sukarno yang rupanya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Saat itu Presiden sedang dalam perjalanan menuju Yogyakarta untuk meresmikan Masjid Syuhada.

DEMO PEREMPUAN DAN SERANGAN MEDIA

Historia.id mengutip: 

"Hubungan awal mereka pakai inisial nama Srihana dan Srihani untuk bersurat. Hubungan Bung Karno dan Hartini lantas di blow up ke publik oleh suratkabar Indonesia Raya,” ujar Arifin Suryo Nugroho, penulis buku Srihana-Srihani: Biografi Hartini Sukarno, kepada Historia. Berita ini menjadi isu panas selama sebulan lebih di Indonesia Raya.

Kebetulan peristiwanya senyampang dimulainya pemerintah Kabinet Ali Sastroamijoyo I dimana Zainul Arifin duduk sebagai Waperdam. Desas-desusnya Arifin kiai yang menikahkan pasangan menghebohkan ini. Padahal menurut  Kiai Saifuddin Zuhri dalam otobiografi, Berangkat Dari Pesantren yang menikahkan Bung Karno dengan Bu Hartini adalah H. Djunaidi, ayahanda Mahbub Djunaidi.

DIKECAM ALI DAN HATTA

Pernikahan Sukarno dengan Hartini mendapat kecaman dari wapres Mohammad Hatta dan Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo sebagaimana dinukil harian Republika. Hingga Sukarno lengser, hubungan-hubungan itu tidak pernah pulih kembali. Di sisi lain, KH Zainul Arifin serta kiai-kiai lain dijadikan penasehat-penasehat kepercayaan Presiden. Beberapa kali Sukarno meminta izin untuk menikah lagi dengan alasan, "Agar tidak berzinah."

Padahal, pada saat bersamaan, Hartini yang sudah mengambil alih peran Ibu Negara mulai didekati PKI.
Menurut Legge dilansir Historia.id, Hartini merupakan pendamping terpenting Sukarno selama era Demokrasi Terpimpin. Sejak 1955, Hartini telah berkembang secara politik. Semula dia hanya berada di belakang layar. Menjelang dekade 1960-an, Hartini berusaha keras melayani Sukarno sebaik-baiknya, menjadi istri sekaligus teman politiknya. Hartini dicatat pernah dekat dengan Gerwani, sayap organisasi perempuan PKI.

KONFERENSI ALIM ULAMA

Istana Cipanas juga memberikan kenangan khusus bagi KH Zainul Arifin karena dia dan menteri agama KH Masykur berinisiatif melaksanakan Konferensi Ulama pada 3 - 6 Maret 1954 di Istana Cipanas yang menghasilkan pemberian gelar Waliyy al Amri (Pemegang Pemerintahan), adl Dlaruri bi Asy Syaukah (dalam keadan darurat, belum dipilih rakyat), Bi asy syaukah (yang memegang kekuasaan) bagi Presiden Sukarno. Konferensi ini sebagai salah satu upaya meredam pemberontakan-pemberontakan DI/TII. Wakil Perdana Menteri KH Zainul Arifin kemudian menegaskan bahwa, "Presiden, pemerintah dan parlemen adalah walhiyul amri dlaruri bis syaukah yang harus dipatuhi. Bagi yang memberontak hukumnya sudah jelas."


Wednesday, December 22, 2021

Thursday, December 16, 2021

SELAMAT HARI SEJARAH NASIONAL 2021

Reposted from @komunitashistoria 🔥 SELAMAT HARI SEJARAH NASIONAL 2021 🔥

Meski dirayakan setiap tanggal 14 Desember dan bukan hari libur, Hari Sejarah Nasional ini digagas pertama kali pada tahun 2014 oleh berbagai kalangan masyarakat yang melibatkan asosiasi profesi, unsur pemerintah, komunitas ksejarahan, guru, dosen dan mahasiswa sejarah se-Indonesia. Salah satu komunitas kesejarahan yang paling getol dan ikut menggagas Hari Sejarah Nasional ini adalah Komunitas Historia Indonesia 🎉🤗

Kalian juga bisa melihat artikelnya lebih lengkap di situs Wikipedia ini:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hari_Sejarah_Nasional

So, dear #historiawarriors di seluruh dunia, dimana pun kalian berada, ingatlah bahwa perjuangan terberat kita saat ini adalah #melawanlupa . Tetap semangat, gelorakan terus cinta sejarah bangsa dan tanah air kita sampai akhir hayat! 🇲🇨😍👏🙏
-
-
- #harisejarahnasional #harisejarahnasional2021
#sejarah #jasmerah #PostMuseum #History #wikipedia  

Friday, December 10, 2021

ANTARA GERABAH EROPA DAN CINA

(Ario Helmy) 

Foto-foto ini diambil oleh cucu menantu KH Zainul Arifin, Trinasari Arief Adnan. Guci bermotif bunga-bunga yang kelihatannya bukan dari Cina. Jika ditelusuri koleksi gerabah Zainul Arifin tampaknya kebanyakan bukan dari Cina. 

Koleksi benda-benda seni di rumah tangga Zainul dan Hamdanah Arifin dimulai sekira akhir tahun 1950an, saat mana Zainul Arifin seringkali mengikuti rombongan kenegaraan Presiden Sukarno "titian muhibah" pasca Konferensi Asia Afrika Bandung 1955. Langlang buana tersebut bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan lamanya. Karenanya, seringkali sebelum berangkat ke luar negeri Sukarno melantik pejabat negara selaku "Acting Presiden". Misalnya Sartono, Ketua DPRGR pada 1958 dan Wakil Menteri Pertama, Ir. H. Djuanda pada 1960.

GERABAH EROPA

Saat berkunjung ke Eropa Barat dan Timur, kunjungan bukan melulu resmi kenegaraan. Ada pula yang sifatnya seni budaya sesuai dengan minat Presiden Sukarno yang begitu tinggi terhadap benda-benda seni. Di Italia, misalnya, dalam kunjungan tidak resmi rombongan dijamu acara-acara kunjungan ke museum-museum seni. Tampak cindera mata berupa vas bunga dari sana masih terpengaruh gaya romawi kuno. 

Yang menarik, beberapa gerabah Eropa lain memiliki kesamaan tema bebungaan dengan pengaruh gaya Cina. Masih kurang jelas apatah tema ini sengaja dipilih secara pribadi oleh Zainul Arifin atau memang kecenderungan desain motif tersebut sedang melanda Eropa pada kurun waktu itu.

Foto-foto guci terlampir ini masih memerlukan penelusuran lebih dalam tentang negara asal, kecenderungan motif dan tahun pembuatannya.

CINA ADA JUGA

Ada dua guci dari negeri Cina bermotif bunga-bunga dengan warna tidak lazim yaitu oranye dan merah yang masih dicoba untuk didapatkan foto-fotonya. Yang juga pernah terekam dalam foto koleksi keluarga adalah gambar Nyai Hamdanah A. Arifin memegang tas tangan bermotif kekaisaran Cina saat mengikuti acara Muslimat NU. Kemungkinan tas merupakan hadiah pribadi dari Ibu Negara Jian Qing Mao Tse Tung saat istri-istri pejabat rombongan kenegaraan melakukan "courtesy call" ke istana kepresidenan di Kota Terlarang.

Ada pula, taplak meja ukuran besar bermotif istana dinasti Cina yang kelihatannya dibeli oleh Nyai Hamdanah untuk keperluan pribadi, karena ukurannya pas dengan meja makan formal besar di rumah Jl. Cikini Raya 48, Menteng, Jakarta Pusat.

Thursday, December 9, 2021

ZAINUL ARIFIN, JAMALUDDIN MALIK DAN ASRUL SANI

(Ario Helmy) 

"Kakek kamu itu sahabatnya, Asrul Sani. Ini istrinya, " terang Ninik Elly Jamaluddin kepadaku, memperkenalkan seorang ibu yang berdiri di sebelahnya dalam sebuah pesta perkawinan keluarga. Aku lantas juga mencium tangan "Ninik" Asrul Sani yang duduk di sebelah Ninik Elly. Sesungguhnya aku sudah mendengar tentang persahabatan Kakek Zainul Arifin dengan Jamaluddin Malik dan Asrul Sani. Hanya saja aku lebih dekat dengan keluarga Jamaluddin Malik. Asrul Sani hanya kukenal dari kejauhan, manakala ada acara-acara keluarga di rumah Aki Jamal di Jl. Cianjur, Menteng.
Riwayat keakraban mereka bertiga kudengar dari paman atau bibiku. 

"Ayah sering memasang layar tancap di rumah Cikini, " Om Firman Arifin pernah bercerita padaku. 
"Dulu, bioskop masih jarang dan harga tiketnya masih mahal, "sambungnya, " Layar tancap di pasang Ayah supaya para pengawal, ajudan, pembantu, sopir, bisa menonton film layar lebar. Televisi kan juga belum ada waktu itu."
Kiai Zainul Arifin sendiri juga sangat terkesan ketika ikut serta dalam rombongan kenegaraan pimpinan Presiden Sukarno melawat ke Amerika Serikat tahun 1956. Dalam muhibah tersebut rombongan sempat mengunjungi pusat perfileman dunia Hollywood di Los Angeles. Selain menyambangi studio film terkenal dan terbesar kala itu di dunia, MGM, seluruh rombongan juga disambut serta dijamu bintang-bintang Hollywood papan atas zaman itu seperti Gregory Peck, Elizabeth Taylor, dan Marilyn Monroe. 

"Ayah sudah aktif terjun dikegiatan panggung sandiwara sejak masih sangat belia Dan masih tinggal di Sumatera, " cerita Zuhara Arifin, salah satu putrinya, "Jadi begitu era perfileman tiba, Ayah mengikutinya dengan antusias. "

"Asrul Sani menjadi yang paling menonjol dari tiga serangkai seniman santri sekaligus aktivis di PBNU itu," ungkap Elly Jamaluddin Malik, "karena dia sempat belajar sinematografi di AS."

Karena ketiganya sama-sama berangkat dari dunia teater, mereka kemudian seringkali berdiskusi tentang seni panggung dan film di studio Perfini yang didirikan Usmar Ismail pada 1950. Asrul Sani, Jamaluddin Malik dan Zainul Arifin akhirnya ikut pula membidani Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Islam) NU. Meskipun Zainul Arifin tidak sampai merambah dunia film sebagaimana kedua sahabatnya itu, namun minatnya terhadap dunia film terus terpelihara. Diapun menjadi politisi NU pecandu film. 
Kemudian hari, Zainul Arifin ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 1963, sedangkan Jamaluddin Malik mendapatkannya pada 1973.Tahun 2021 ini giliran Asrul Sani dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.


Wednesday, December 8, 2021

PRESIDEN SUKARNO DI KOTA BIDADARI

(Ario Helmy)

Mengenang hari kelahiran tokoh kartun dan Taman Hiburan dunia Walt Disney pada 5 Desember 2021 kemarin, kita ulik kembali sejarah kunjungan kenegaraan Presiden Sukarno dan rombongan kenegaraan ke8 Amerika Serikat pada 1956. KH Zainul Arifin ikut serta dalam rombongan kecil tersebut.

Menuju Pantai Timur
Usai menyaksikan keindahan Grand Canyon di negara bagian Arizona, rombongan kenegaraan RI diterbangkan menggunakan pesawat terbang militer ke Pantai Timur, tepatnya ke Kota Bidadari Los Angeles di negara bagian California.

Di Los Angeles, Presiden Sukarno mengawali kunjungan dengan menyapa murid-murid SMA Susan Miller Dorsey, kemudian rombongan meninjau  studio film terkemuka dunia Metro Golden Meier (MGM) disambut langsung oleh tokoh perfileman AS, Eric Johnston.

Berikutnya, giliran Taman Hiburan Disneyland di Anaheim disambangi. Walt Disney sendiri menyambut kedatangan rombongan di Disneyland yang baru tahun sebelumnya dibuka untuk umum. Tidak ayal lagi, sejarah kemudian mencatat Sukarno sebagai kepala negara pertama dunia bertandang ke Disneyland.

Di Disneyland, seluruh anggota rombongan menaiki aneka sarana permainan seperti wahana gajah terbang, "Dumbo" dan "Boom-Boom Car". Presiden naik bersama putra sulungnya, Guntur yang tampak begitu semringah seperti dapat dilihat dari tayangan foto-foto dan video. Guntur Sukarnoputra juga sempat bertemu langsung dengan tokoh film Western terkenal, Johnny Wayne yang mengajarinya melemparkan lasso dan memberinya hadiah sepatu bot khas koboi Amerika.

Marilyn dan Sang Pangeran
Malam harinya, digelar jamuan kehormatan "bertabur Bintang" dituan rumahi Eric Johnston untuk menghormati rombongan RI yang dihadiri pula oleh bintang-bintang Hollywood seperti Ronald dan Nancy Reagan (kelak menjadi Presiden dan Ibu Negara AS), Randolf Scott, Gregory Peck, Elizabeth Taylor, Joan Crawford, Elvis Presley dan Marilyn Monroe. Marilyn Monroe model pertama majalah Playboy dengan polosnya menyapa Presiden Sukarno, "Yang Mulia Pangeran".
Dari Kota Bidadari rombongan kenegaraan berpindah menuju Kota San Francisco, masih di California.