Total Pageviews

Monday, January 10, 2011

Foto-Foto Zainul Arifin dan Presiden Sukarno Shalat di Mesjid di AS tahun 1956







Foto ini dalam rangka kunjungan Presiden Sukarno ke Amerika Serikat tahun 1956. Ketika tiba saatnya shalat, Bung Karno dan rombongan menuju salah satu masjid di sana untuk bersujud. Foto-foto berikut terasa sejuk kalau kita resapi dalam hati. Karenanya saya merasa tidak perlu berpanjang kata mengomentari ataupun memuji. Kita nikmati saja deretan foto di bawah ini, sambil membenamkan imaji sedalam-dalamnya….

Bung Karno, dengan tongkat komandonya berjalan kaki melintasi koridor masjid. Para pengawal correct menjaga Presidennya, lantas mengiringkannya masuk ke dalam masjid.

Usai shalat berjamaah, Bung Karno berdoa sejenak. Sejurus kemudian, ia bangkit berdiri lagi untuk kembali melaksanakan shalat sunah dua raka’at…. Anggota rombongan lain, ada yang mengikuti Bung Karno shalat sunah, ada yang tekun berdzikir, ada pula yang beringsut mundur, dan menunggu di luar masjid.

Usai shalat, tak pernah lupa Bung Karno khusuk berdoa. Tampak di sebelah kiri Bung Karno adalah Roeslan Abdulgani. Diplomat muda, pahlawan pada pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya. Ia kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri, dan termasuk tokoh di balik Konferensi Asia Afrika Bandung yang bersejarah itu. Roeslan Abdulgani wafat 29 Juni 2005 dalam usia 91 tahun.

Seperti umumnya jemaah masjid, begitu pula Bung Karno. Di dalam masjid, tidak ada presiden, tidak ada menlu, tidak ada pejabat. Yang ada hanya imam dan makmum. Begitu pula usai shalat, Bung Karno dengan santai duduk di tangga masjid untuk mengenakan sepatu, seperti halnya jemaah yang lain.Usai shalat, ia kembali melanjutkan protokol kunjungan kenegaraannya. Antara lain menggelar pembicaraan bilateral dengan Presiden Dwight Eisenhower yang dikisahkan “kurang mesra”.
* dari berbagai sumber*

(Sumber: http://putrahermanto.wordpress.com/)

Peringatan 100 Tahun KH Zainul Arifin

PP Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) menyelenggarakan Perayaan 100 tahun KH Zainul Arifin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu 25 November 2009 kemarin, sebagai upaya untuk menghadirkan tokoh teladan dalam melanjutkan perjuangan bangsa.

Pada acara tersebut Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin memberikan sambutan mewakili Ketua MPR yang juga menantu Bung Karno, Taufik Kemas. Keluarga Bung Karno menyatakan, tidak akan pernah melupakan jasa KH Zainul Arifin.

Acara ini dihadiri oleh Mustasyar PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua DPR RI Marzuki Ali, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamizard Ryacudu, dan sejumlah politisi lintas partai seperti Effendy Choirie (PKB), Ahmad Mubarok (Partai Demokrat), Arif Mudatsir Mandan (PPP), para pengurus PBNU dan keluarga besar KH ZAinul Arifin.

Sumber: nu.or.id

Pejuang Berpanji Laskar Hizbullah

Ia merupakan tokoh berwawasan kebangsaan. Berbendera organisasi laskar Hizbullah yang berazaskan keagamaan, ia bersama tentara resmi berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

KH. Zainul Arifin, seorang pahlawan kemerdekaan yang mengawali perjuangan pergerakan nasional di bawah naungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Pada zaman Jepang, pergerakan Zainul Arifin dengan nama organisasi Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI), yang kelak kemudian berganti nama menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Di bidang kemiliteran, Zainul pernah menjabat Panglima Hizbullah (Tentara Allah) untuk seluruh Indonesia dan Sekretaris Pucuk Pimpinan TNI. Setelah kemerdekaan, ia berturut-turut menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS), Wakil II Perdana Menteri, Wakil Ketua DPR , dan Ketua DPRGR.

Gemeente Batavia atau Kotapraja Jakarta, itulah pekerjaan Zainul Arifin pada masa pendudukan Belanda. Dengan demikian, beliau adalah seorang pegawai negeri yang mendapat upah atau gaji dari pemerintah kolonial Belanda. Bekerja seperti itu memang sudah lajim pada zaman itu. Namun bedanya, walaupun bekerja pada pemerintah Belanda, pria kelahiran Barus, Tapanuli, tahun 1909, ini aktif dalam pergerakan nasional. Beliau masuk organisasi Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi keislaman yang waktu itu juga sekaligus menjadi partai.

Dalam perjalanan sejarah, pemerintah pendudukan Belanda akhirnya harus keluar dari bumi Indonesia akibat kalah perang dari Jepang pada Perang Dunia Kedua. Pemerintahan Belanda di Indonesia kemudian digantikan Jepang. Pemerintah pendudukan Jepang ini menerapkan kebijakan baru mengenai partai-partai. Semua partai yang ada dilarang berdiri, tak terkecuali Partai NU. Tapi kemudian mengizinkan berdirinya Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai satu-satunya wadah bagi umat Islam. Zainul Arifin yang memperoleh pendidikan Sekolah Dasar dan pesantren, kemudian memasuki organisasi tersebut yang kemudian terpilih sebagai Kepala Bagian Umum.

Di bidang kemiliteran, Zainul Arifin boleh dikata merupakan salah seorang tokoh yang sukses. Sebelum masuk ke dunia militer, beliau terlebih dulu latihan militer selama dua bulan. Selepas menjalani latihan, beliau masuk Hizbullah, sebuah organisasi semi militer yang anggotanya terdiri dari pemuda-pemuda Islam. Organisasi ini merupakan salah satu laskar di antara sekian banyak laskar bersenjata di Indonesia yang melakukan perjuangan di samping tentara resmi.

Di laskar Hizbullah ini, Zainul Arifin kemudian terpilih menjadi Panglima Hizbullah seluruh Indonesia. Di bawah organisasi tersebutlah ia melakukan perjuangan. Hingga era revolusi kemerdekaan, mereka berjuang bersama tentara resmi untuk mempertahankan kemerdekaan.

Dalam rangka penyatuan satu wadah tentara sebagai kekuatan pertahanan nasional, maka semua laskar yang ada dilebur atau disatukan ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Begitu pula halnya dengan Hizbullah, kemudian melebur menjadi TNI. Zaenul Arifin yang hingga akhir keberadaan Hizbullah duduk dalam pucuk pimpinan, kemudian diangkat sebagai Sekretaris Pucuk Pimpinan TNI hasil penggabungan.

Sementara di pemerintahan, KH Zaenul Arifin lebih banyak duduk di lembaga legislatif. Awal kemerdekaan, beliau duduk sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP). Kemudian sesudah pengakuan kedaulatan, tepatnya sejak tahun 1950 sampai tahun 1953, duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Di lembaga eksekutif, beliau memang sempat duduk sebagai Wakil II Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo. Namun pada Pemilihan Umum tahun 1955, beliau kembali duduk di lembaga legislatif sebagai anggota DPR, dan bahkan kemudian terpilih sebagai Wakil Ketua DPR.

Satu hal bersejarah terjadi pada periode ini. Pada periode ini, pertentangan politik di tanah air khususnya di lembaga legislatif sangat tajam. Negara Republik Indonesia ketika itu tidak lagi memakai UUD 45 sebagai dasar konstitusional negara, tapi telah memakai Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebelum dibuat UUD yang baru. Dan menjadi tugas DPR-lah menyusun undang-undang dasar baru tersebut. Namun, dengan proses yang sangat panjang dan melelahkan, Konstituante tidak berhasil membuat undang-undang dasar baru tersebut. Bahkan, pertentangan di tubuh lembaga legislatif itu semakin besar dan tajam. Melihat keadaan demikian, Presiden Soekarno akhirnya mengeluarkan dekrit yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45).

Masih berkaitan dengan kebuntuan yang terjadi di lembaga legislatif tersebut, akhirnya lembaga legislatif itupun dibubarkan dan selanjutnya dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR). KH Zainul Arifin yang sejak awal diangkat menjadi Pejabat Ketua, kemudian dikukuhkan sebagai Ketua DPRGR.

Begitulah perjalanan hidup dan perjuangan salah seorang putra terbaik bangsa, KH Zainul Arifin. Sampai akhir hayatnya, beliau tetap mengabdi kepada nusa dan bangsa. Beliau meninggal dunia di usia 54 tahun, tepatnya pada 2 Maret 1963 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Mengingat jasa-jasanya pada nusa dan bangsa, maka negara menganugerahkan gelar penghormatan kepada KH Zainul Arifin sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar penghormatan tersebut dikukuhkan dengan SK Presiden Republik Indonesia No.35 Tahun 1963, tanggal 4 Maret 1963.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

SEABAD PANGLIMA HIZBULLAH Muslimat NU: KH Zainul Arifin, Pahlawan Nasional yang Sederhana

Jakarta, BulZan

KH Zainul Arifin, salah seorang pahlawan nasional yang berlatar belakang Ahlussunnah wal Jamaah adalah sosok yang sederhana dan tidak glamour (bermewah-mewahan). Meski menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan Panglima Hizbullah, namun KH Zainul Arifin tetap suka menyapa dan akrab dengan rakyat kecil.
KH Zainul Arifin adalah sosok yang sangat berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan segala pengorbanannya. Pada masa hidupnya, KH Zainul Arifin berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dengan sepenuh jiwa raga, tenaga, fikiran dan harta benda bersama tokoh-tokoh nasional lainnya.

Demikian dinyatakan Ketua Himpunan Da’iyah dan Majelis Ta’lim Muslimat Nahdlatul Ulama (Hidmat NU) Hj. Machfudhoh Aly Ubaid kepada NU Online, Selasa (10/11). Menurut Machfudhoh, KH Zainul Arifin juga berjuang untuk membesarkan NU bersama para kiai dan ulama, baik melalui perjuangan bersenjata maupun diplomatik.

"KH Zainul Arifin juga mendidik anak-anaknya dengan semangat perjuangan dan pengabdian kepada rakyat. Termasuk untuk berjuang di jalur organisasi kemasyarakatan yang malatarbelakangi perjuangannya, yakni kelompok masyarakat tradisional," terang Machfudhoh.

Lebih lanjut, Machfudhoh juga menjelaskan, dalam kesehariannya KH Zainul Arifin adalah seorang bapak yang mengkader anak-anaknya dengan sangat baik dan bertanggungjawab. KH Zainul Arifin mengajak anak-anaknya untuk turut berjuang membesarkan NU.

"Salah satu buktinya adalah, anak-anaknya diajak untuk terlibat dalam perjuangan NU. Kita mengenal Neng Lilis dan Kak Neneng (dua puteri KH Zainul Arifin) yang aktif terlibat dalam perjuangan dan kepengurusan Muslimat NU)," tandas Machfudhoh. (nu/zayn)

NU Peringati 100 Tahun KH Zainul Arifin

Rabu, 25 November 2009 23:12 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Dibaca 800 kali

Jakarta (ANTARA News) - Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Rabu malam menggelar peringatan 100 tahun KH Zainul Arifin, ulama dan tokoh nasional yang nyaris terlupakan.

Hadir dalam acara yang dilaksanakan Lajnah Taklif wan Nasyr (LTN) NU tersebut antara lain Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ketua DPR Marzuki Alie.

Kemudian Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Syaifuddin, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok, dan Ketua FPKB DPR Marwan Jafar.

Dalam sambutannya, Hasyim mengatakan, peringatan tersebut harus dijadikan tonggak generasi saat ini untuk meneladani kepahlawanan mantan wakil perdana menteri dan ketua DPRGR di era Bung Karno itu.

"Ketulusan dalam perjuangan dan moral perjuangannya perlu kita teladani," katanya.

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, meski merupakan tokoh besar, Zainul cenderung terlupakan, seolah tenggelam oleh tokoh NU sezaman maupun yang belakangan yang lebih dikenal.

"Padahal sejarah mencatat beliau tokoh pertama NU yang menduduki jabatan eksekutif, yakni wakil perdana menteri di Kabinet Ali Sastroamijoyo," katanya.

Zainul, lajutnya, juga merupakan tokoh NU pertama yang menduduki jabatan legislatif yaitu sebagai ketua DPRGR.

"Semoga ini tidak sekedar romantisme tapi menjadi teladan semua anak bangsa," katanya.

Hal senada dikemukakan Gus Dur. Menurutnya, jasa Zainul terhadap negara sangat besar dan patut diteladani.

"Warisannya yang masih diperingati sampai saat ini adalah Konferensi Asia-Afrika yang diselenggarakan kabinet masanya," ujarnya.

Zainul juga mendirikan dan memimpin Laskar Hizbullah, salah satu milisi yang memainkan peranan penting di masa menjelang dan awal kemerdekaan.

Nama Zainul Arifin, yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional itu, juga terkenal saat peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno pada tahun 14 Mei 1962.

Saat itu, ketika sedang sholat Idul Adha, seorang anggota pemberontak kelompok Kartosuwiryo mencoba menembak Bung Karno namun meleset dan mengenai Zainul.(*)

Gus Dur: Zainul Arifin, Tokoh NU dalam Jajaran Militer

Jakarta - Zainul Arifin adalah tokoh NU yang sangat mumpuni dalam menjalin hubungan dengan militer. Beliau memiliki andil besar dalam pola hubungan militer-sipil hingga saat ini.

Demikian dinyatakan Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) seperti dimuat NU Online, Selasa (03/11) ketika dimintai pendapat mengenai kiprah KH Zainul Arifin, beberapa waktu lalu.

Menurut Gus Dur lagi, kyai yang lahir pada 2 September 1909 di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ini merupakan salah satu tokoh NU yang berada dalam jajaran militer.

“Beliau adalah kawan sekaligus murid dari ayah saya, KH Ahmad Wahid Hasyim. Panglima HIzbullah ini merupakan pelobi ulung yang berperan sangat penting untuk mengimbangi kekuatan PKI di tubuh militer,” terang Gus Dur ketika ditemui di kediamannya.

Lebih lanjut, Gus Dur menjelaskan, ketika Republik sedang dalam ancaman PKI, KH Zainul Arifin berperan sangat penting untuk mengimbangi mengimbangi lobi PKI ke Presiden Soekarno.

“KH Zainul Arifin adalah salah satu tokoh NU dari luar Jawa yang berhasil naik ke pentas politik nasional melalui jalur kelaskaran. Karenanya, Beliau merupakan salah satu tokoh penting NU, terutama yang berasal dari luar jawa,” tandas Gus Dur. (Sumber: NU Online) FH

Gus Dur: Jangan lupakan kiprah KH Zainul Arifin

Berita Utama
Kamis, 26 November 2009

Gus Dur: Jangan lupakan kiprah KH Zainul Arifin

MANTAN Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengingatkan generasi muda, khususnya generasi muda Nahdlatul Ulama (NU), agar tidak melupakan peran dan kiprah (almarhum) KH Zainul Arifin dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Menurut Gus Dur, banyak yang melupakan kiprah KH Zainul Arifin yang merupakan mantan Panglima Laskar Hizbullah. Bahkan, salah satu prestasi terbesar Almarhum yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali Sastroamidjojo pun banyak yang tak mengetahuinya.

�Beliau adalah bagian dari Kabinet Ali-Arifin (nama pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo). (kata) �Arifin� itu yang dimaksud adalah KH Zainul Arifin. Inilah salah satu hal terbesar yang sering dilupakan,� terang Gus Dur dalam sambutannya pada peringatan Mengenang 100 Tahun KH Zainul Arifin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/11) tadi malam.

KH Zainul Arifin, imbuh Gus Dur, juga turut berperan dalam memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. Hal itu merupakan rintisan Almarhum yang masih bisa dikenang Bangsa Indonesia sampai sekarang.

Dalam acara yang dirangkai dengan peluncuran buku biografi KH Zainul Arifin berjudul �Berzikir Menyiasati Angin� itu, Gus Dur menjelaskan bahwa KH Zainul Arifin dapat disebut mewakili kelompok Islam�terutama kalangan Islam tradisional�di Indonesia dalam Kabinet Ali Sastro. �Sebab, Ali Sastro adalah penganut kebatinan atau aliran kepercayaan,� katanya.

KH Zainul Arifin, bagi Gus Dur, tidak hanya sebagai tokoh NU yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri, melainkan juga seorang yang memiliki kedalaman ilmu agama. �Beliau ditempa dengan pendidikan agama yang sangat keras (baca: kuat). Beliau juga seorang yang berjuang dari bawah,� jelasnya.

Pendapat senada disampaikan Ketua MPR RI, Taufik Kiemas, sekaligus mewakili keluarga mantan Presiden Soekarno (Bung Karno). Dalam pidato sambutan yang dibacakan Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin, Taufik Kiemas mengatakan, nama KH Zainul Arifin memiliki tempat tersendiri di keluarga Bung Karno.

�Kami, atas nama keluarga Bung Karno, tentu tak pernah melupakan perjuangan dan pengorbanan KH Zainul Arifin. Beliau punya tempat tersendiri di keluarga kami,� kata Taufik Kiemas.

Kenangan paling mendalam bagi keluarga Bung Karno, ujar Taufik Kiemas, saat KH Zainul Arifin menjadi korban salah tembak dari upaya pembunuhan terhadap Bung Karno saat menunaikan salat Idul Adha pada 14 Maret 1962.

�Kejadian itu tentu tidak dapat kami (keluarga Bung Karno) lupakan. Kami sangat menghargai dan menghormati pengorbanan Beliau,� ujar Taufik Kiemas.
Peringatan Mengenang 100 Tahun KH Zainul Arifin itu dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi; Ketua DPR RI Marzuki Alie; mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamizard Riyacudu, Pemimpin Umum Harian Duta Masyarakat Choirul Anam, putra dari almarhum KH Zainul Arifin, Jenderal
Purnawirawan Sanif, dan sejumlah tokoh lain.

Saturday, January 8, 2011

GUS DUR: Patriotisme KH Zainul Arifin Patut Diteladani



Ditulis pada 30 November 2009.

NU Online

Patriotisme perjuangan dari Panglima Hisbullah KH Zainul Arifin patut diteladani, khususnya bagi generasi muda saat ini. Demikian ditegaskan Ketua PBNU KH Musthofa Zuhad Mughni dalam perbincangan dengan Republika di Jakarta, Rabu (25/11). ”Para pahlawan bangsa telah mengorbankan segala yang dimilikinya untuk merebut kemerdekaan dan berusaha menyejahterakan seluruh rakyat. Salah satunya dilakukan oleh Panglima Hisbullah KH Zainul Arifin. Patriotisme perjuangan beliau patut diteladani,” tegas kiai Musthofa.

Ditambahkan Kiai Musthofa bahwa KH Zainul Arifin adalah pahlawan yang turut memperjuangkan tegaknya Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah di Indonesia behadapan dengan kekuatan-kekuatan lain yang ingin menghancurkan Islam. ”Beliau telah mempertaruhkan banyak hal sepanjang hidupnya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Termasuk memperjuangkan Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah dari gempuran kelompok-kelompok yang anti Islam,” katanya.

Lebih lanjut, Musthofa menyatakan rasa syukur dan terima kasihnya kepada keluarga dan keturunan KH Zainul Arifin yang tetap melanjutkan perjuangan Anggut (kakek) mereka. Musthofa berpesan, agar jalinan silaturrahim antara PBNU dan keluarga serta keturunan KH Zainul Arifin tetap dapat dilanjutkan.

”Tentu kita berharap persatuan dan kesatuan di antara keturunan tokoh-tokoh NU tidak pupus begitu saja. Kita berharap agar jalinan perjuangan yang telah dirintis oleh para pendahulu, ini dapat diteruskan oleh generasi selanjutnya untuk menegakkan izzul Islam wal Muslimin (kejayaan Islam dan kemuliaan umatnya red.),” tegasnya.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menegaskan bahwa sebagai warga bangsa, seseorang atau sekelompok masyarakat tidak boleh berfikir untuk memutus kesejarahan dan kepahlawanan terdahulu. ”NU mengenal istilah jalur syuyukhiyah yang mengharuskan seseorang untuk selalu berhubungan dengan masa lalunya. Sejarah tak boleh dilupakan, bahkan sejarah perjuangan patrotisme patut diteladani,’ tegas KH Hasyim Muzadi.

Dikatakan kiai Hasyim, warga Nahdliyyin harus mengenal para tokoh pendahulunya dengan konperehensif. Bukan hanya di bidang jasa atau jabatan saja, tetapi juga di bidang keilmuan dan filsafat. ”Kalau kita bicara mengenai KH Zainul Arifin, tentu bicara pada kiprah beliau di bidang kejam’iyahan dan kebangsaan. Posisi Wakil Perdana menteri dan Ketua DPRGR menunjukkan bahwa KH Zainul Arifin adalah eksponen bangsa yang tak bisa diabaikan,” ungkapnya.

Menurut Kiai Hasyim, faktor ketokohan yang disambung kebangsaan akan menjelma menjadi kejuangan melalui proses politik dan kebangsaan. Sehingga idealisme seorang tokoh menjadi selalu termanifestasikan ke dalam seluruh aspek perjuangannya. ”Kita semua tahu bahwa jalur politik di masa-masa awal kemerdekaan adalah jalur politik idealis. Politik yang berdasarkan idealisme kepahlawanan dan kenegaraan, sama sekali bukan politik interest atau politik pragmatis. Jadi kalau ada orang yang tampil pada waktu itu, maka artinya ia adalah benar-benar pahlawan bagi negara ini,’ tutur Kiai Hasyim.



Pernyataan senada dilontarkan sesepuh Nahdlatul Ulama, KH Ali Yafie. Menurutnya, KH Zainul Arifin merupakan salah sati tokoh penting yang mewariskan banyak keteladanan. ”Salah satu di antara keteladanan yang harus diwarisi oleh warga Nahdliyin, terutama para aktivisnya, adalah pengabdian dan komitmen KH Zainul Arifin untuk berjuang demi terwujudnya cita-cita bersama,” katanya.

Kiai Ali Yafie berharap peringatan seratus tahun KH Zainul Arifin yang diselenggarakan oleh Lajnah Ta’lief wan Nasr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) dapat dijadikan momentum bagi warga NU dan seluruh komponen bangsa untuk meneruskan perjuangan para pendahulu yang telah membangun negeri ini. ”Saya berharap, peringatan ini dapat menyatukan kembali tekad para penerus bangsa yang selama ini mungkin telah mulai tercerai-berai atau mulai mengendur,’ tandasnya.

Monday, January 3, 2011

Peluncuran Biografi KH Zainul Arifin, Berdzikir Menyiasati Angin (NU Online)


SEABAD PANGLIMA HIZBULLAH
Buku Biografi KH Zainul Arifin Diluncurkan
Rabu, 25 November 2009 18:06

Jakarta, NU Online
Buku biografi KH Zainul Arifin berjudul “Berdzikir Menyiasati Angin” malam ini akan diluncurkan di Hotel Borobudur Jakarta bersamaan dengan acara peringatan 100 tahun tokoh NU asal Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ini.

Buku yang diterbitkan oleh Pucuk Pimpinan Lajnah Ta’lif wan Nasyr ini ditulis oleh cucu KH Zainul Arifin, Ario Helmy. Sesepuh NU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan prolog pada buku ini, sementara Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi memberikan epilognya.

Judul buku “Berdzikir Menyiasati Angin” ini tergolong aneh. Menurut penulisnya, Ario Helmy, judul ini terdiri dari tiga kata yang secara kontekstual menggambarkan pencitraan sosok Zainul Arifin.

“Berdzikir” diambil dari konteks peristiwa keluarnya NU dari Partai Masyumi tahun 1952 yang pada waktu itu delegasi NU dipimpin Zainul. Salah satu alasan berpisah adalah karena sindiran kaum pembaru yang menganggap kiai-kiai tradisional pengetahuannya hanya terbatas memegang-megang tasbih seraya melafalkan dzikir belaka. Selain itu menurut sejarahnya, pasukan Hizbullah, laskar Islam yang dikomandani Arifin senantiasa mengangkat senjata ala kadarnya sambil terus-terusan berdzikir.

Kata kedua “menyiasati” diambil dari kata siasat, pinjaman dari kosa kata bahasa Arab bermakna politik. Sebagai politisi Zainul bersiasat. Sedangkan kata “angin” menggambarkan suasana negeri dan situasi politik di zaman Arifin berkiprah yang berubah-ubah seperti hembusan angin. Diperlukan keluwesan sikap sekaligus keteguhan hati yang luar biasa dalam menyiasati situasi politik dengan Presiden Sukarno sebagai tokoh utamanya.

Ario Helmy dalam pengantar buku ini mengatakan, biografi KH Zainul Arifin disusun dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Penelusuran buku-buku, majalah, koran, dokumen, arsip, foto-foto dan pengolahan hasil wawancara mendalam dilaksanakan dalam bentuk studi eksploratif untuk kemudian dituangkan ke dalam penulisan naratif deskriptif agar didapatkan sebanyak mungkin informasi yang paling akurat mengenai kehidupan dan kegiatan Zainul Arifin dari lahir hingga meninggalnya.

Ketua PP LTN-NU Abdul Mun’im DZ mengatakan, buku biografi ini merupakan bagian kecil dari program besar penulisan sejarah NU lokal. Program ini telah dilaksanakan oleh PP LTN sejak tahun 2005 yang lalu. Menurutnya, LTN NU juga telah membuat laporan tentang perkembangan NU di Minangkabau, Sunda, lingkungan komunitas Sasak, Banjar, serta NU dalam komunitas Bugis dan Bali.

“Tentu saja terbitnya buku biografi KH Zainul Arifin ini sangat penting artinya bagi upaya pengembangan penulisan sejarah NU. Karena bersamanya sebagian fragmen sejarah NU terbentuk, sehingga kehadiran buku ini merupakan bagian dari sejarah NU,” katanya. (nam)

KH Zainul Arifin Naik Haji Bersama Bung Karno 1955


http://www.jurnalismewarga.com/inspirasi/1093_ketika+tetamu+allah+dijamu+raja.html

Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali-Arifin (1953-1955), KH Zainul Arifin dan Menteri Agama KH Masykur mendampingi Presiden Sukarno melakukan kunjungan kenegaraan sekaligus melaksanakan ibadah Haji ke Arab Saudi dilanjutkan kunjungan ke Mesir selama 18 Juli hingga 4 Agustus 1955. Muhibah tersebut merupakan catatan bersejarah tersendiri, bukan saja karena bertepatan dengan Haji Akbar dimana puncak pelaksanaan ibadah pada hari Arafah 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Jumat saja, melainkan karena perjalanan dilangsungkan tidak lama setelah berlangsungnya Konferensi Asia Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila Bandung. Konferensi negara-negara baru merdeka Asia-Afrika yang dilangsungkan ditengah-tengah berlangsungnya Perang Dingin antara kubu AS dan kubu Uni Soviet itu memang mendapat perhatian internasional, apalagi dengan berkembangnya issue untuk mendirikan kubu tengah yang kelak dikenal sebagai kubu Non-Blok.



Di Arab Saudi rombongan kenegeraan diterima oleh Raja Saud bin Abdul Aziz, raja kedua Saudi yang merupakan putra pendiri kerajaan Raja Abdul Aziz bin Saud yang wafat dua tahun berselang. Raja Saud menemani sendiri rombongan Presiden melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tradisi kerajaan. Ketika melaksanakan ibadah Sa'i, lari-lari kecil antara bukit Marwah dan Safa Sukarno sempat memberikan usulan agar kawasan ibadah diperbaiki dan dibersihkan dari para pedagang yang kala itu masih berbaur dengan jamaah yang sedang beribadah. Usulan tersebut mendapat perhatian raja yang memang sangat gandrung memperbaiki sarana-sarana ibadah haji. Zainul Arifin juga menceritakan pada keluarga pengalamannya melakukan upacara pencucian Kabah bersama raja dilanjutkan dengan memasuki bangunan Kabah dan melakukan shalat sunnah dua rakaat di dalamnya. Jamaah haji biasa melakukannya di Hijir Ismail yang dipandang sebagai bagian dari bagian dalam bangunan Kabah. Setelah itu, sebagai cindera mata Raja Saudi memotong-motong Kiswah atau kain penutup Kabah dibikin dari tenunan kain sutera berhiaskan kaligrafi terbuat dari 120kg kilo emas murni dan berpuluh-puluh kilogram perak. Potongan-potongan Kiswah tersebut kemudian dibagikan kepada tamu-tamu kerajaan. Zainul sendiri kemudian membagi potongan Kiswah yang diterimanya dari Raja Saud menjadi empat bagian dan menyerahkan keempat potongan masing-masing kepada Ibundanya, Siti Baiyah Nasution, kedua istrinya: Hamdanah dan Quraisin serta menyimpan satu untuk dirinya sendiri. Khusus kepada Arifin, Raja Saud juga memberikan sebilah pedang tradisional Arab Saudi berlapis emas, Zambea. Pedang ini pada bendera nasional Arab Saudi digambarkan tepat di bawah kalimat Tauhid warna putih berlatar warna hijau polos. Zambea melambangkan keadilan. Konon, di zaman sekarang ini pedang Zambea hanya digunakan untuk pelaksanaan eksekusi pemenggalan kepala pesakitan yang di jatuhi hukuman mati. Zambea yang diterima Zainul hingga kini masih disimpan oleh salah seorang anaknya, Hj. Ratna Qomariah A. Sutjipto.



Di Madinah, rombongan Presiden Sukarno diberi kehormatan untuk melakukan upacara inagurasi menandai selesainya pemugaran Mesjid Rasullah Nabawi yang telah dimulai sejak Raja Saud bertahta pada 1953. Menurut sejarahnya Mesjid terpenting kedua di Arab Saudi setelah Masjidil Haram di Mekkah ini dibangun sendiri oleh Rasullah setelah Muhammad SAW hijrah ke Medinah. Selama tujuh bulan Rasullah menyelesaikan Mesjid seluas 1.050 m2 tersebut. Sejalan dengan berkembangnya agama Islam, Muhammad SAW memperluas Mesjid Nabawi menjadi 2.475 m2 pada tahun 629 Masehi. Inilah pemugaran pertama mesjid. Selanjutnya, di era sahabat perluasan mesjid dilakukan oleh masing-masing Umar bin Khatab pada 638 dan Usman bin Affan yang melakukannya pada 650. Pemugaran-pemugaran sesudahnya dilakukan oleh para penguasa Madinah masing-masing Walid bin Abdul Malik, Muhammad Al-Mahdi, Sultan Ashraf Qaytaby dan Sultan Ottoman Abdul Majid. Peresmian yang dilakukan Raja Saud beserta tamu-tamunya dari Indonesia pada 1955 merupakan perluasan Mesjid yang kedelapan dengan luas keseluruhan menjadi 163.260 m2. KH Masykur menceritakan pengalaman ini dipenuhi rasa haru dalam buku biografinya, KH Masykur: Sebuah Biografi yang ditulis oleh Subagyo I.N.



Zainul Arifin dalam kapasitasnya sebagai Wakil Perdana Menteri juga melakukan kunjungan kenegeraan kepada Putra Mahkota kerajaan yang memang memangku jabatan Wakil Perdana Menteri Saudi, Pangeran Faisal. Zainul didampingi Masykur beraudiensi dengan Wakil Perdana Menteri di Istananya di Riyadh. Pangeran Faisal adalah adik berlainan ibu dari Raja Saud. Ketika kunjungan kenegeraan berlangsung hubungan antara Saud dan Faisal masih baik. Namun sejarah kemudian mencatat, hubungan keduanya bakal memburuk hingga akhirnya Raja Saud digulingkan oleh Pangeran Faisal pada 28 Maret 1964. Sejak itu Saud hidup dipengasingan di Eropa hingga mangkatnya pada 23 Februari 1969 di Athena, Yunani. Faisal sendiri, kemudian menjadi raja Arab Saudi hingga akhirnya diapun tewas ditembak oleh kemenakannya sendiri yang juga bernama Faisal (bin Musaid) pada 25 Maret 1975.



Dari Arab Saudi kunjungan dilanjutkan ke Mesir, dimana rombongan diterima oleh Presiden Gamal Abdel Nasser. Nasser merupakan presiden kedua Mesir yang oleh sejarah dicatat sebagai politikus terpenting Dunia Arab dan Dunia Berkembang. Ketika menghadiri Konferensi Asia Afrika di Bandung,dia sempat bersama-sama dengan Sukarno, PM India Nehru dan Presiden Yugoslavia Tito membahas pembentukan Gerakan Non-Blok. Gerakan tersebut akhrinya resmi berdiri pada 1961 di Belgrade, Yugoslavia.



Nasser menyambut rombongan Presiden Sukarno dengan hangat dan sangat antusias. Selain melakukan kunjungan ke Piramid, rombongan juga disuguhi acara-acara kesenian tradisional khas Mesir. Kunjungan muhibah Sukarno beserta rombongan berakhir pada 4 Agustus 1955. Begitu tiba kembali di tanah air, Wapres Hatta sedang sibuk menyiapkan pembentukan Kabinet Burhanuddin Harahap sebagai pengganti Kabinet Ali-Arifin yang bubar dua hari setelah rombongan Presiden berangkat ke Tanah Suci.


(Berbagai Sumber termasuk BiografiKH Zainul Arifin,Berdzikir Menyiasati Angin Oleh: Ario Helmy (2009))