Biografi KH Zainul Arifin, "Berdzikir Menyiasati Angin" oleh: Ario Helmy telah diluncurkan pada 25 November 2009 di Flores Ballroom, Hotel Borobudur, Jakarta. Sedangkan Edisi Revisi Biografi KH Zainul Arifin: PANGLIMA SANTRI, IKHLAS MEMBANGUN NEGERI telah diterbitkan oleh Pustaka Compass pada tahun 2015.
Total Pageviews
Monday, January 10, 2011
Gus Dur: Jangan lupakan kiprah KH Zainul Arifin
Kamis, 26 November 2009
Gus Dur: Jangan lupakan kiprah KH Zainul Arifin
MANTAN Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengingatkan generasi muda, khususnya generasi muda Nahdlatul Ulama (NU), agar tidak melupakan peran dan kiprah (almarhum) KH Zainul Arifin dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Menurut Gus Dur, banyak yang melupakan kiprah KH Zainul Arifin yang merupakan mantan Panglima Laskar Hizbullah. Bahkan, salah satu prestasi terbesar Almarhum yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali Sastroamidjojo pun banyak yang tak mengetahuinya.
�Beliau adalah bagian dari Kabinet Ali-Arifin (nama pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo). (kata) �Arifin� itu yang dimaksud adalah KH Zainul Arifin. Inilah salah satu hal terbesar yang sering dilupakan,� terang Gus Dur dalam sambutannya pada peringatan Mengenang 100 Tahun KH Zainul Arifin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/11) tadi malam.
KH Zainul Arifin, imbuh Gus Dur, juga turut berperan dalam memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. Hal itu merupakan rintisan Almarhum yang masih bisa dikenang Bangsa Indonesia sampai sekarang.
Dalam acara yang dirangkai dengan peluncuran buku biografi KH Zainul Arifin berjudul �Berzikir Menyiasati Angin� itu, Gus Dur menjelaskan bahwa KH Zainul Arifin dapat disebut mewakili kelompok Islam�terutama kalangan Islam tradisional�di Indonesia dalam Kabinet Ali Sastro. �Sebab, Ali Sastro adalah penganut kebatinan atau aliran kepercayaan,� katanya.
KH Zainul Arifin, bagi Gus Dur, tidak hanya sebagai tokoh NU yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri, melainkan juga seorang yang memiliki kedalaman ilmu agama. �Beliau ditempa dengan pendidikan agama yang sangat keras (baca: kuat). Beliau juga seorang yang berjuang dari bawah,� jelasnya.
Pendapat senada disampaikan Ketua MPR RI, Taufik Kiemas, sekaligus mewakili keluarga mantan Presiden Soekarno (Bung Karno). Dalam pidato sambutan yang dibacakan Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin, Taufik Kiemas mengatakan, nama KH Zainul Arifin memiliki tempat tersendiri di keluarga Bung Karno.
�Kami, atas nama keluarga Bung Karno, tentu tak pernah melupakan perjuangan dan pengorbanan KH Zainul Arifin. Beliau punya tempat tersendiri di keluarga kami,� kata Taufik Kiemas.
Kenangan paling mendalam bagi keluarga Bung Karno, ujar Taufik Kiemas, saat KH Zainul Arifin menjadi korban salah tembak dari upaya pembunuhan terhadap Bung Karno saat menunaikan salat Idul Adha pada 14 Maret 1962.
�Kejadian itu tentu tidak dapat kami (keluarga Bung Karno) lupakan. Kami sangat menghargai dan menghormati pengorbanan Beliau,� ujar Taufik Kiemas.
Peringatan Mengenang 100 Tahun KH Zainul Arifin itu dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi; Ketua DPR RI Marzuki Alie; mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamizard Riyacudu, Pemimpin Umum Harian Duta Masyarakat Choirul Anam, putra dari almarhum KH Zainul Arifin, Jenderal
Purnawirawan Sanif, dan sejumlah tokoh lain.
Tuesday, June 10, 2008
BIOGRAFI SINGKAT
Zainul Arifin lahir 2 September 1909 di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Dalam usia balita ia pindah ke Kerinci, Jambi dan menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda HIS serta sekolah pendidikan guru Normaalschool di sana. Dalam usia 17 tahun ia sudah merantau ke Batavia (Jakarta). Di Batavia, Zainul sempat menjadi pegawai pemerintah kotapraja (gemeente) sebelum kemudian menjadi guru sekolah dan pengacara bumiputra "pokrol bambu". Ia juga memasuki Gerakan Pemuda (GP) Anshor, organisasi kepemudaan di bawah Nahdlatul Ulama (NU). Kemahiran Arifin dalam berpidato, berdebat, dan berdakwah menjadikannya tokoh politik NU terkemuka dalam waktu singkat.
Zaman pendudukan Jepang, Zainul Arifin mewakili NU dalam organisasi islami Masyumi untuk selanjutnya, setelah menjalani pelatihan semi militer, dipercaya sebagai panglima pasukan Hizbullah (Tentara Allah). Hingga menjelang penyerahan kedaulatan pada 1949 Zainul memimpin pasukan tempur golongan Islam tersebut bergerilya di pelosok-pelosok Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ketika Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya menyatukan seluruh kekuatan militer Indonesia ia sempat diangkat sebagai sekertaris pucuk pimpinan TNI sebelum akhirnya mengundurkan diri dari dinas ketentaraaan untuk berkonsentrasi di jalur politik sipil.
Sejak proklamasi kemerdekaan Zainul Arifin langsung duduk dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), cikal bakal lembaga legislatif MPR/DPR. Hingga akhir hayatnya Arifin aktif di parlemen mewakili partai Masyumi dan kemudian partai NU setelah NU keluar dari Masyumi pada 1952. Hanya selama 1953-1955 ketika menjabat sebagai wakil perdana menteri dalam kabinet Ali-Arifin (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) Zainul terlibat dalam badan eksekutif. Kabinet di era Demokrasi Parlementer ini sukses menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.