Total Pageviews

Showing posts with label president soekarno. Show all posts
Showing posts with label president soekarno. Show all posts

Tuesday, September 14, 2021

BULAN KAHAZA 2021 KH ZAINUL ARIFIN, ZUMALA DAN KAPAL HOPE

Ario Helmy 

"Hallo. Assalamualaikum!"
"Walaikumsalam. Ya hallo... siapa nih?"
"Ario. Ini siapa?"
Tahun 90an masih telepon rumah. Belum zaman telepon seluler.
"Ini Julia." 
Julia nama sepupu. Anak Tante Jujuk dan Om Iskandar nomor 3.
"Tumben Jul. Ada kabar apa?"
"Mau kasih tau Tante Zuhara, Kak Mala baru aja meninggal di pelukan Juli. Belum ada sejam."
"Innalillahi wa innailaihi roji'un. Ikut berduka cita ya Jul. Tante Zuhara lagi sakit. Tapi nanti Insya Allah Ario kasih tau pelan2 ya."

LAHIR CACAT

Cut Zumala cucu KH Zainul Arifin dari putrinya Siti Zuleha dan suaminya Teuku Iskandar Trumon asal Takengon, NAD pada 1956. Saya memanggil orangtuanya Om Kandar dan Tante Jujuk. Tidak sampai setahun kemudian, 1957, putri pertama mereka lahir, Cut Zumala. Kak Mala, panggilannya, anak sulung dari 7 bersaudara. Sayangnya, Kak Mala terlahir dengan kelainan tulang bawaan yang dalam istilah medisnya disebut Chordoma. Yang saya ingat seluruh keluarga besar kami sangat prihatin dengan keadaan cacat Kak Mala itu.

RUMAH SAKIT TERAPUNG

Tahun 1956, setahun sebelum Mala lahir, KH Zainul Arifin ikut dalam rombongan kepresidenan Sukarno menjelajahi Amerika Serikat sampai 3 minggu lebih. Rombongan meninjau pelbagai fasilitas yang tersedia di negeri adi daya tersebut, termasuk fasilitas kesehatan.

Dua tahun setelah kunjungan perdana ke AS itu, di negeri Paman Sam lahirlah suatu organisasi kesehatan yang disokong dananya oleh lembaga2 nirlaba, perusahaan2 swasta dan pemerintah AS bernama HOPE (Health Opportunities for People Everywhere). HOPE direncanakan untuk melakukan kunjungan ke beberapa negara dengan tujuan memberikan layanan dan pendidikan kesehatan bagi negara2 belum berkembang. Adapun sarana yang mereka gunakan adalah sebuah kapal laut milik AL Amerika yang disulap menjadi rumah sakit terapung.

Dua tahun lagi berselang, tepatnya 16 Maret 1960 kapal HOPE berlayar perdana meninggalkan AS. Tujuan pertamanya adalah Indonesia.

LELANG PECI

Sementara itu di tanah air, Ibu Negara Pertama, Fatmawati pada 30 Oktober 1953, manakala Zainul Arifin menjabat Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo 1, tergerak hati untuk menggalang dana agar dapat mendirikan sebuah Rumah Sakit khusus anak2 penderita TBC. Bertempat di Istana Negara dilaksanakanlah pelelangan peci dan baju Presiden Sukarno hingga terkumpul Rp.250 ribu sebagai modal awal gerakan Yayasan Ibu Sukarno. Memakan waktu 3 bulan saja untuk kemudian dapat terkumpul dana Rp.28 juta.

Yayasan kemudian menetapkan kawasan Cilandak sebagai tempat bakal didirikannya rumah sakit Ibu Sukarno (kemudian diganti nama menjadi RS Fatmawati). Pada 24 Oktober 1954 dilakukan peletakan batu pertama rumah sakit. Pada 1958 rumah sakit sudah mulai beroperasi.

Enam tahun setelah RS Fatmawati beroperasi sebagai sanatorium anak, kapal SS HOPE tiba di Indonesia. Presiden Sukarno berkenan berkunjung hingga ke bangsal2 untuk anak2 sakit yang di rawat di atas kapal selama beberapa bulan.

TUMOR LANGKA

Zumala Iskandar termasuk anak Indonesia yang berkesempatan mendapat perawatan dari tenaga medis utamanya ahli tulang (ortopedi). Dokter mendiagnosis Mala sebagai penderita Chordoma, tumor langka yang tumbuh di dasar tulang tengkorak dan tulang punggung. Pertumbuhannya lambat dan seringkali tanpa gejala. Dalam pemahaman awamnya tulang2 leher dan punggung terus bertumbuh sedemikian rupa hingga akhirnya bakal mengunci semua sendi dan rongga tubuh serta melukai organ2 vital dalam tubuh. Dokter AS juga menyatakan kemungkinan hidup Zumala hanya  sekira usia 10 tahun karena belum ditemukan obat untuk penyakitnya.

Dalam perkembangannya, HOPE kemudian memberikan bantuan peralatan dan obat2an ortopedi anak. RS Fatmawatipun lantas dikembangkan sebagai pusat penanganan masalah2 medis ortopedi, selain paru2 berkat yayasan HOPE.

BERHENTI SEKOLAH

Pada kenyataannya, Kak Mala hidup sampai usia hampir 40 tahun. Memang masalah kanker tulangnya tidak terobati karena hingga kinipun Chordoma tidak dapat diobati. Tumor berkembang di daerah-daerah rawan seperti syaraf otak dan tulang punggung.
Setamat SD, dia dilarang sekolah lagi oleh orang tuanya karena tulang2 di sekitar telinganya bertumbuh sedemikian rupa hingga membuatnya tuli. Tante Jujuk tidak mau dia menyeberang jalan tanpa bisa mendengar bunyi kendaraan yang lalu lalang.

Memasuki usia pubertas, Zumala juga tidak mengalami menstruasi. Semakin dewasa tulang lehernya terkunci membuatnya tidak bisa lagi menoleh. Jalannya berjingkat karena tulang kakinya bertumbuh terus.

Terakhir saya bertemu Kak Mala sebelum kami berangkat ke Amerika tahun 1998. Saya sempat menginap beberapa hari di rumah Tante Jujuk di Tebet. Berbincang-bincang soal kesultanan Aceh dengan Om Kandar dan bercanda dengan Kak Mala. Orangnya periang dan ramah.

Sampai telepon dari Julia malam itu saya terima. Kak Mala telah berpulang ke Rahmatullah. Innalillahi wa innailaihi roji'un. Al Fatihah untuk Cut Zumala binti Iskandar Trumon.

(Photo Credit: Getty Images Presiden Sukarno mengunjungi pasien anak yang dirawat di dalam kapal SS HOPE)

Saturday, August 28, 2021

PANAS DINGIN DI MASJID BIRU

(Ario Helmy)

Menyongsong bulan KH Zainul Arifin (Kahaza) beberapa hari lagi, bertepatan dengan peringatan hari lahir Kahaza ke 112 pada 2 September 2021, kerabat dari Kerukunan Keluarga Besar Sutan Syahi Alam Pohan (KKBSSAP) membagikan foto-foto perjalanan mereka mengunjungi Masjid Biru Soekarno di kota Saint Petersburg, Rusia, yang pernah dikunjungi Kahaza dan Presiden Soekarno pada 1956. Asye Amir Hamzah dan Deddy Zulbadri berkesempatan berkunjung ke Saint Petersburg selang dua tahun dalam musim berbeda.

PANAS DAN DINGIN

Kalau Asye Amir Hamzah yang kemenakan KH Zainul Arifin, mengunjungi Masjid Sukarno di musim panas, Deddy Zulbadri dan istrinya Yuli yang merupakan cucu kemenakan menapak tilas ke sana pada musim dingin. Mereka sama-sama mengagumi kemegahan dan keindahan Masjid Agung kota Saint Peter itu.

"Saya menyempatkan diri mengunjungi Masjid Biru sekira 2 tahun lalu. Musim panas," cerita Asye, "Sungguh pengalaman yang sangat berharga bisa menapak tilas ke sana."

Deddy dan istrinya Yuliani Siswohartono (Yuli) berkunjung ke Masjid Sukarno 2 tahun sebelumnya, tahun 2017.

"Setelah berkeliling Kota Moscow, kami menyempatkan diri ke Saint Petersburg dan menyambangi Masjid Biru Sukarno, " kenang Yuli, "Sayang waktu itu Masjid sedang ditutup sementara karena sedang direnovasi. Jadi kami tidak bisa masuk dan solat di dalamnya."

"Bagaimanapun sebagai sesama keturunan Sutan Syahi Alam Pohan dari Barus, kamipun merasa sangat bangga bisa menyaksikan sendiri Masjid Agung yang pernah didatangi Presiden Sukarno dan Angku Zainul Arifin. " Deddy menambahkan.

 









Wednesday, August 18, 2021

KH Zainul Arifin Ikut Langlang Buana Dengan Sukarno

Saya duduk di kursi paling kiri, persis di depan monitor pesawat pemirsa kaset VCR berisi rekaman reel kuno mengenai kunjungan Presiden Sukarno ke sepuluh negara peserta Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955. Di tengah ruangan duduk petugas pembawa arsip non-kertas yang juga tekun memandang ke layar monitor. Di sebelahnya, petugas pemutar VCR menanyakan kecepatan film sambil menerangkan cara mencatat potongan film berdasarkan hitungan menit untuk kepentingan dokumentasi. Saya ingin mencari bukti bahwa: kakek saya, pahlawan kemerdekaan nasional, Pahlawan Nasional KH Zainul Arifin 1909 - 1963 ikut dalam rombongan Presiden. Karena bukti foto-foto kuno berukuran 10R berisi kegiatan-kegiatan kunjungan Presiden ke Eropa Timur yang pernah menjadi koleksi keluarga kami hilang entah kemana, saat kami sekeluarga pindah tinggal di AS karena Ibu bertugas di sana.

Layar monitor menunjukkan film kegiatan rombongan Presiden di Maroko. Tanpa suara. Namun cukup informatif. Sebagai jeda antar negara-negara yang disinggahi ditunjukkan peta dengan gambar pesawat terbang kecil bergerak sesuai jadwal kunjungan.

"Nah, itu dia!" seru saya. Lega. Anggut (panggilan saya ke Kakek) disorot dari jarak dekat dalam acara jamuan makan siang.

"Saya ulangi, ya Pak! Sambil saya lambatkan." kata petugas pemutar film. Saya mengangguk, bersiap mencatat hitungan menit film.

Di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia berlokasi di Jl. Ampera Raya No 7, Cilandak Timur, Jakarta Selatan itu bukti-bukti sejarah siap diakses guna disunting menjadi hikayat perjalanan negeri ini menjadi suatu bangsa merdeka dan berdaulat seperti adanya sekarang ini. 

Saya sendiri sebagai biografer Anggut KH Zainul Arifin sudah bisa menambahkan dalalm edisi revisi buku Biografi KH Zainul Arifin: Berdzikir Menyiasati Angin catatan penting menjgenai perjalanan Presiden Soekarno berserta rombongan sebagai tindak lanjut dari Konferensi Asia Afrika berlangsung di Bandung dimasa pemerintahan Kabinet Ali-Arifin (1953-1955). Kunjungan ke sepuluh negara tersebut dinamai kunjungan muhibah: Membangun Jembatan Persahabatan.

Berturut-turut rombongan Presiden singgah di Bulgaria, Rumania, Austria, Mesir, Nigeria, Guinea, Maroko, Tunisia, Portugal dan Yugoslavia. Kunjungan dalam rangka pembentukan Gerkan Non Blok tersebut tidak memperoleh simpati sedikitpun dari AS yang memandangnya sebagai: "Perkumpulan negara-negara miskin."

Kemlu.go.id mencatat: 

Kunjungan Presiden Soekarno ke Rabat tanggal 2 Mei 1960 tercatat sebagai kunjungan kepala Negara pertama di dunia ke Maroko pasca kemerdekaan. Kunjungan tersebut mendapat sambutan hangat dari Raja Mohammed V dan rakyat Maroko. Presiden Soekarno dianggap sebagai Pemimpin Revolusi dunia yang membangkitkan semangat kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika. Kunjungan Presiden Soekarno ini merupakan catatan sejarah penting yang menunjukkan kedekatan antara kedua negara.

Sedangkan dari keterangan mengenai film khusus saat berlangsungnya kunjungan di Maroko saya berhasil mencatat:

Dari Guinea di Afrika Barat, rombongan menuju Maroko. Setibanya di Rabat, Presiden dan rombongan disambut Raja Muhammad dan Pangeran Mulley Hasan dengan upacara kebesaran militer. Rakyat Maroko memadati jalan-jalan dari bandara menuju Istana Villa Daressalam di mana pasukan berkuda sudah siap menyambut kedatangan Soekarno. Selanjutnya, rombongan menuju kota Makaresh di mana dilaksanakan upacara meminum susu kambing sebagai perlambang persahabatan. Di susul, jamuan kenegeraaan diadakan oleh Putra Mahkota Mulley Hasan, dimana pelaksanaannya berdasarkan tradisi setempat berupa duduk lesehan di atas karpet. di dalam tenda khas Arab. 

Baru malam harinya, diselenggrakan jamuan makan yang lebih formal oleh Raja Muhammad yang dilanjutkan bagian terpenting kunjungan berupa penandatanganan persetujuan berdasar prinsip Dasa Sila Bandung. Keesokan harinya, rombongan Presiden melanjutkan perjalanan menuju, Lisbon, Portugal.