Total Pageviews

Monday, August 30, 2021

Menyongsong Peringatan Harlah KH Zainul Arifin ke 112 (2 September 2021) PAHLAWAN KEHILANGAN TANDA JASA

(Ario Helmy) 

Di Istana Bogor, pagi hari sekira jam 7.30, Sabtu, 2 Maret 1963, Presiden Sukarno menerima telepon dari ketua PBNU Idham Chalid di RSPAD Gatot Subroto mengabarkan Ketua DPR KH Zainul Arifin telah berpulang ke rahmatullah setelah sebelum nya sempat mengalami koma di ruang ICU. Saat itu pula, Presiden membatalkan rapat dengan petinggi negara yang diagendakan berlangsung pagi itu. Pemerintah segera mengalihkan perhatian ke acara pemakaman kenegaraan bagi Zainul Arifin diikuti oleh pencanangan masa berkabung nasional selama tujuh hari penuh. 

PAHLAWAN NU PERTAMA

Keesokan harinya, Kepala Negara menetapkan KH Zainul Arifin sebagai Pahlawan Nasional secara lisan, senyampang bertakziah ke rumah duka.

"... Saya menetapkan bahwa almarhum Zainul Arifin ada lah Pahlawan Nasional. Sehubungan dengan itu saya t etapkan pula jenazah almarhum Zainul Arifin dikebumikan di Taman Pahlawan Kalibata... "

Sambut Presiden Sukarno selaku inspektur upacara pelepasan jenazah dengan kebesaran militer dari rumah duka, Jl. Cikini Raya 48, Menteng, Jakarta Pusat. Karena upacara pemakaman berlangsung pada hari Ahad, pernyataan lisan kepala negara tersebut baru ditabalkan keesokan harinya lewat SK Presiden No. 35 tertanggal 4 Maret 1963. Resmilah Zainul Arifin di tetapkan sebagai Pahlawan Nasional perdana dari Nahdlatul Ulama (NU) oleh pemerintah. 

TERTIB TANDA JASA

Secara kelengkapan administratif, Zainul Arifin memiliki sejumlah tanda jasa dari pemerintah tengara kelayakannya digelari Pahlawan Nasional. Sebagai  biografer kakek saya dari Ibu ini, tanda-tanda jasa yang di terima KH Zainul Arifin saya peroleh dari suatu daftar bintang jasa yang disimpan Ibu. Namun bagaimana bentuk fisik tanda-tanda jasa itu belum pernah saya saksikan sendiri. Konon, benda-benda berharga tersebut tercerai berai di kalangan keluarga hingga beberapa generasi ke bawahnya serta menjadi sulit dilacak lagi keberadaannya. 

SIPIL DAN MILITER

Seluruhnya ada 4 bintang yang dikoleksi Zainul Arifin, masing-masing: Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra Kelas 2, Satyalencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dan Bintang Mahaputra Adiprana Kelas 2.Tiga yang pertama disematkan langsung oleh  Presiden Sukarno. Sedangkan yang terakhir diterimakan lewat perwakilan anaknya di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie. 

Bintang Gerilya, merupakan tanda kehormatan militer pertama kali dibentuk di negeri ini dan  ditetapkan pada tahun 1949 seiring berakhirnya Agresi Militer diikuti pengakuan kedaulatan RI oleh bekasi penjajah Belanda. Zainul Arifin menerima Bintang ini karena perannya sebagai Panglima Hizbullah selama Agresi Militer I dan II. Senyampang menerima anugerah Bintang Gerilya, KH Zainul Arifin memilih mengundurkan diri dari dinas kemiliteran guna melanjutkan darma baktinya di jalur sipil. Bagaimanapun, secara formal Arifin tetap diberi pangkat Mayor Jenderal (Tituler). 

Sepuluh tahun kemudian, tepatnya 17 Agustus 1960, di Istana Merdeka Sukarno menyematkan Bintang Mahaputra Kelas II sehubungan dengan terpilihnya Zainul sebagai pemangku Ketua DPR (Gotong Royong). Bintang ini merupakan Bintang tertinggi sipil yang resmi dibentuk 1959. Bintang ini setingkat saja di bawah Bintang Republik Indonesia yang cuma Presiden dan Wakil Presiden berhak menerima. Bintang Mahaputra juga lebih tinggi dari Bintang Gerilya. Kriteria penerima Bintang ialah mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan NKRI. Di zaman sekarang ini Bintang Mahaputra Kelas 2 setara dengan Bintang Mahaputra Adiprana berdasarkan UU no. 20 tahun 2009.

SATYALANCANA MILITER

Tahun berikutnya, bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1961, KH Zainul Arifin mendapat Tanda Jasa Militer, Satyalancana Perang Kemerdekaan yang diberikan pada anggota Angkatan Bersenjata yang sepenuhnya terlibat dalam Perang Kemerdekaan I dan II selama Agresi Militer Belanda pada kurun waktu 18 Desember 1948 hingga 27 Desember 1949. Adapun dasar hukumnya: Penetapan Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1958 tentang Tanda-tanda Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 41 sebagai Undang-undang No. 70 Tahun 1958 (70/1958). 
Sebagai pengemban Tanda Jasa tersebut KH Zainul Arifinpun masuk ke dalam kategori Pahlawan Kemerdekaan Nasional. 

PEMBARUAN DARI HABIBIE

Di masa pemerintahan Presiden Habibie, dalam rangka Hari Pahlawan 10 November 1999 Bintang Mahaputra yang diterima Zainul Arifin diperbarui menjadi Bintang Mahaputra Adiprana. Namun bagaimana tepatnya proses pembaruan Tanda Jasa yang diberikan Presiden lewat putri KH Zainul Arifin saya masih belum sepenuhnya meneliti. Karena semua bintang dan tanda jasa yang sudah tak tentu rimba itu, tidak satupun saya pernah melihatnya.

No comments: